TEMPO.CO, Jakarta - Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun mempertanyakan survei calon Panglima TNI oleh Setara Institute. Menurut Ubedilah pergantian Panglima TNI tidak ditentukan oleh publik, tetapi pilihan presiden dan persetujuan DPR. "Survei calon Panglima TNI sangat aneh," ucap dia, Kamis, 7 Oktober 2021.
Ubedilah menilai survei calon Panglima TNI menunjukkan logika yang aneh dalam hiruk-pikuk rencana pergantian pimpinan tentara tersebut. "Secara metodologis menggunakan metode pengumpulan sampel secara purposif atau purposive sampling. Responden survei juga disebut 100 ahli yang telah dipilih, tetapi tidak disebutkan siapa saja," tutur Ubedillah.
Ubedilah berujar pergantian Panglima TNI adalah hal biasa dan sudah rutin terjadi. Apalagi TNI juga memiliki mekanisme sirkulasi elite yang sudah mapan dan tinggal diikuti saja. Mekanisme sirkulasi elite TNI berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 disebutkan bahwa Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari setiap matra angkatan.
"Karena itu Panglima TNI biasanya dijabat secara bergilir oleh tiap perwira dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Kali ini sesungguhnya hak Kepala Staf Angkatan Laut," kata Ubedilah.
Sebelumnya hasil survei Setara Institute menyimpulkan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono dinilai oleh sejumlah ahli unggul sebagai kandidat panglima menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto.
Baca Juga:
"Secara umum, Andika Perkasa mengungguli calon lainnya untuk empat dimensi, (yaitu) integritas, akseptabilitas (penerimaan), kapabilitas, dan responsivitas, sedangkan Yudo Margono unggul pada dimensi kontinuitas (keberlanjutan). Namun, perbedaan skor pada masing-masing kandidat tidak signifikan," kata Peneliti Hukum dan Hak Asasi Manusia Setara Institute Ikhsan Yosari saat peluncuran hasil survei secara virtual.
Dimensi dan skor calon Panglima TNI itu merujuk pada indikator penilaian yang digunakan Setara Institute saat menggelar survei persepsi para ahli. Disebutkan ada 100 ahli pertahanan, keamanan, dan HAM dari universitas dan organisasi masyarakat sipil yang terlibat dalam penelitian itu. Lima dimensi pengukuran yang digunakan oleh Setara yaitu kapabilitas, integritas, responsivitas, akseptabilitas, dan kontinuitas.
Baca Juga: Ancaman Makin Kompleks, Panglima TNI Minta Prajurit Tingkatkan Profesionalisme