TEMPO.CO, Jakarta - Latar belakang terjadinya Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) hingga kini masih menjadi perdebatan. Salah satu teori yang kerap didiskusikan adalah dugaan ketidaksukaan Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap TNI Angkatan Darat yang menentang usulan pembentukan angkatan kelima.
Angkatan Kelima ini tidak jauh berbeda dengan Angkatan Darat (AD). Letnan Jenderal Ahmad Yani yang kala itu memimpin AD beserta jenderal-jenderal lain menentangnya. Padahal sebelumnya, dalam Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI, Ulf Sundhaussen menulis AD menunda reaksi dan menyerahkan keputusan kepada Sukarno.
Ahmad Yani pernah mengatakan pemebentukan itu tidak efisien, pasukan sipil bersenjata sudah ada dalam wujud Pertahanan Sipil atau Hansip kala itu. Ahmad Yani menyebutkan bukan tidak mungkin Angkatan Kelima berbahaya bagi AD itu sendiri.
PKI saat itu berstatus sebagai salah satu partai terbesar pada masa Demokrasi Terpimpin pascapemilu 1955. Basis masa mereka merupakan petani dan buruh.
Mereka mengusulkan pembentukan angkatan kelima, yaitu unsur yang dipersenjatai dari kaum buruh dan tani, karena merasa negara membutuhkan banyak relawan. Pasalnya saat itu situasi politik sedang bergejolak dengan memanasnya konflik di Irian Barat dan Ganyang Malaysia serta seruan revolusioner Sukarno.
Surat kabar Warta Bhakti pada 14 Januari 1965 menuliskan artikel dengan judul “PKI usulkan 15 djuta massa tani dan buruh dipersendjatai”. PKI melalui DN Aidit yang kala itu menjadi Ketua Comite Central PKI menyampaikan gagasan tersebut kepada Sukarno.
Subandrio dalam buku Kesaksianku Tentang G30S menyebutkan baru sekitar 1965, Sukarno, memiliki ide untuk membentuk Angkatan Kelima. Di mana tujuannya untuk menampung bantuan senjata dari Cina karena empat angkatan lainnya telah sudah cukup persenjataannya.
RAHMAT AMIN SIREGAR
Baca juga:
Pidato Terakhir DN Aidit di Sumur Tua Markas Batalyon, Hidup PKI! Lalu DOR!