TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus menanggapi munculnya nama ketua umumnya, Airlangga Hartarto, dalam dokumen Pandora Papers yang kemudian tertuang dalam pemberitaan media massa. Lodewijk menilai sumber pemberitaan tersebut belum jelas.
"Kalau kami baca di media sosial katanya dari sumbernya juga belum jelas. Tapi memang ada satu media cetak secara nasional sudah menyampaikan hal itu," kata Lodewijk di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 5 Oktober 2021.
Lodewijk mengatakan partainya menelusuri informasi tersebut. Hingga saat ini, kata dia, partai belum menemukan sumber informasi dan masih terus memonitor masalah tersebut.
"Kami coba telusuri dari mana itu ya, kami belum tahu. Tentunya tim dari Golkar akan terus memonitor masalah ini," ujar dia.
Lodewijk beralasan nama Airlangga tak muncul dalam pemberitaan Pandora Papers yang muncul di media-media berbahasa asing. "Kalau kami lihat dari media-media berbahasa Inggris tidak ada, tapi kok di dalam bahasa Indonesia ada," ucap Lodewijk.
Menurut Lodewijk, Golkar tak ingin informasi itu menjadi rumor yang merugikan partai. Sebab saat ini, kata dia, Golkar tengah berfokus membantu program pemerintah seperti Pekan Olahraga Nasional di Papua dan Hari Ulang Tahun TNI.
"Kami akan mempelajari terus, yang sempat itu menjadi rumor juga, enggak bagus buat kami. Mudah-mudahan ada kejelasan ya," kata Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini.
Ia enggan berkomentar lebih lanjut saat ditanya munculnya nama Luhut Binsar Pandjaitan dalam dokumen Pandora Papers. Selain sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut menjabat sebagai Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar.
"Kita tunggu saja, tidak usah berkembang lagi," kata Lodewijk.
Nama Airlangga dan Luhut muncul dalam dokumen Pandora Papers, bocoran data finansial dari 14 agen perusahaan cangkang di negara suaka pajak. Dokumen ini menguak aset rahasia, kesepakatan bisnis, dan kekayaan tersembunyi dari para pejabat dan miliarder, termasuk 30 pemimpin dunia.
Dokumen ini juga menampilkan data wali kota, narapidana, megabintang sepak bola, hingga pesohor yang ditengarai mendirikan perusahaan cangkang di negeri bebas pajak.
Konsorsium Internasional Jurnalis Investigatif atau International Consortium Investigative Journalists (ICIJ) memperoleh bocoran data berukuran hampir 3 terabita itu dari sumber anonim. Bersama 600-an jurnalis dari 150 media di 117 negara, Tempo menjadi satu-satunya media di Indonesia yang terlibat proyek kolaborasi Pandora Papers.
Pendirian perusahaan di negara suaka pajak belum tentu mengindikasikan pelanggaran. Banyak pebisnis menggunakannya untuk urusan legal. Namun, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menerangkan, perusahaan cangkang dapat dipakai untuk menghindari pajak dalam bisnis yang sah.
"Terjadi praktik base erosion and profit shifting yang dapat mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak," kata Suryo, dikutip dari Majalah Tempo edisi 4 Oktober 2021.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | MAJALAH TEMPO
Baca: Perkara Pajak: Ada Nama Airlangga dan Luhut Dalam Laporan Pandora Papers