TEMPO.CO, Jakarta - Tidak dapat disangkal dunia digital sudah merambah berbagai lini kehidupan manusia. Bahkan, di tengah arus digital yang semakin kencang, eksploitasi seksual juga terjadi. Termasuk di dalamnya eksploitasi seksual terhadap anak (ESKA).
ESKA sendiri adalah pemanfaatan dan pelibatan anak dalam aktivitas seksual orang dewasa dengan iming-iming imbalan berupa uang tunai atau sejenisnya kepada anak atau pihak ketiga.
Mengutip dari laman resmi Pusat Penyuluhan Sosial Kementerian Sosial RI, Ahad, 12 September 2021, sejak 2019 hingga Juni 2021 terjadi 286 kasus eksploitasi anak.
Ada beberapa bentuk ESKA, khususnya yang dilakukan secara online, antara lain:
Grooming online
Grooming online adalah bentuk bujuk rayu secara online yang ditujukan kepada anak-anak dan biasanya bisa mengarah kepada sexting dan sextortion.
Sexting
Sexting atau sex chatting adalah sebuah aktivitas chatting untuk membahas hal-hal seksual dan bisa berujung pada sextortion.
Sextortion
Sextortion adalah pemerasan seksual akibat dari grooming online dan sexting. Biasanya pelaku sextortion akan meminta sejumlah uang kepada korban atau jika tidak mereka akan menyebarkan hal-hal pribadi milik korban,
Live streaming sexual content
Aktifitas online yang melibatkan anak dalam aktifitas seksual yang ditayangkan secara langsung dengan menggunakan teknologi kamera video seperti live streaming, video call, apps online meeting dan sebagainya.
Eksploitasi seksual terhadaap anak tentu membawa dampak yang sangat buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu diperlukan suatu kesadaran dari para orang tua untuk mengawasi anak-anaknya ketika berselancar di internet dan jangan lupa untuk mendengarkan cerita dari anak-anak mereka tentang apa yang mereka lihat di internet.
EIBEN HEIZIER
Baca juga:
Tuntutan kepada Nirvana, Kisah Pembuatan Album Nevermind dan Ide Kurt Cobain