INFO NASIONAL - Wakil Ketua MPR-RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA meminta komunitas santri dan wali santri di Indonesia, konsisten memberikan manfaat untuk seluruh umat dan berkontribusi untuk majunya peradaban NKRI.
Hidayat mengingatkan agar para santri bijak menghadapi berbagai berita yang beredar. Jika terjadi disinformasi, cukup diklarifikasi dengan baik sesuai nilai-nilai etika Islam yang diajarkan di pesantren.
“Jadilah ibarat pohon mangga, sekalipun dilempari batu, tapi tidak membalas dengan lemparan baru, tetapi membalas dengan menjatuhkan buahnya,” ujar Hidayat saat mengisi pengajian virtual bulanan bertema “Spirit Santri Untuk Negeri Berdaya dan Berkeadaban” yang diadakan oleh Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Gontor Cabang Bogor, Minggu, 22 Agustus 2021.
Pria yang akrab disapa HNW bercerita bahwa santri berperan besar dalam perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia. Sejak zaman penjajahan dan di awal pembentukan kesadaran nasional, santri berkontribusi positif bersama tokoh-tokoh bangsa dari latar organisasi, agama dan suku yang berbeda.
Pada Tahun 1903 misalnya, organisasi pertama di Indonesia, Jamiatul Khair, telah mengadakan Kongres di Jakarta yang menghasilkan rekomendasi bahwa memperjuangkan kemerdekaan bangsa dari penjajahan Belanda hukumnya adalah wajib.
Perjuangan santri terus berlanjut hingga proses persiapan kemerdekaan, baik dalam BPUPK maupun Panitia 9 dan PPKI. Berbagai elemen santri seperti Ormas (Muhammadiyah, NU, Persis, PUI) Orpol (Partai Islam Indonesia, Sarekat Islam, Partai Masyumi), pondok-pondok pesantren seperti Gontor, para habaib, bahkan para ulama dan santri membentuk Laskar Kiai, Laskar Santri, hingga KH Subchi Parakan yang dikenal sebagai “guru spiritual” Bapak TNI Jendral Besar Soedirman, aktif bersama pejuang lainnya mempertahankan Indonesia Merdeka.
“Tidak hanya melalui gerakan sipil, santri juga bergerak di lingkungan militer seperti yang dijalankan oleh Jenderal Sudirman sebagai Panglima Tentara Keamanan Rakyat yang kemudian menjadi TNI. Di luar itu ada Laskar Santri, Laskar Kyai, Laskar Hizbullah, Laskar Sabilillah. Mereka hadirkan aktivitas santri yang kongkret membela Negara, menghalau para penjajah dari Indonesia. Seperti juga Pesantren dan Santri Gontor, sekalipun ada saja fitnah terhadap Gontor, tapi jelas sekali Gontor menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, dan hormat bendera. Bahkan dalam hymne Gontor dinyatakan bahwa santri Gontor juga berbakti kepada Indonesia sebagai Ibu. Dan di kompleks Pondok juga ada makam Kiyai dan Keluarga yang di antaranya adalah tempat persemayaman pahlawan Bangsa dari latar belakang Keluarga Pondok Gontor,” ujarnya.
HNW menegaskan, dalam berjuang untuk Indonesia, para santri selalu terlibat bersama dan mengajak komponen bangsa lainnya, karena semangat yang dibawa oleh santri merupakan gabungan antara semangat keagamaan dan semangat kebangsaan.
Santri juga harus terus berperan memajukan dan mempersatukan Indonesia di tengah perpecahan dan atau upaya pecah belah. Sebagaimana dicontohkan oleh M. Natsir, Waketum PERSIS, melalui Mosi Integralnya.
Sebagai santri yang bergerak di bidang Politik melalui Partai Masyumi, M. Natsirmenuntut agar Indonesia kembali kepada cita-cita Indonesia merdeka. Yaitu menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI), setelah sebelumnya dibelah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Mosi tersebut diterima oleh seluruh Fraksi di DPR-RIS sehingga berselang 4 bulan dari Mosi Integral Natsir, tepatnya pada 17 Agustus tahun 1950, Indonesia yang sempat berbentuk Serikat (RIS) kembali diproklamirkan oleh Bung Karno menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Ini membuktikan bahwa Santri merupakan entitas moderat yang memiliki akar sejarah perjuangan dan kecintaan terhadap agama, bangsa dan negara yang sangat jelas rujukan dalam fiqih, theologi maupun tasawufnya, juga dalam berpolitik. Bukan ajaran atau laku terorisme, ekstrimisme maupun radikalisme,” ujar HNW yang juga anggota Komisi VIII DPR-RI. (*)