TEMPO.CO, Jakarta - Penambahan kasus harian Covid-19 terus naik hingga mencapai rekor tertinggi 38.391 per 8 Juli. Dengan penambahan kasus yang tinggi setiap harinya, maka suplai oksigen yang dibutuhkan pun meningkat. Jubir Kominfo, Dedy Permadi menyebut pemerintah memprediksi kebutuhan oksigen akan mencapai sekitar 1.700 ton oksigen per hari pada 20 Juli 2021.
Dedy menyebut, dalam hal ini Kementerian Perindustrian yang ditugaskan segera merealisasikan ketersediaan oksigen dan menemukan solusi terbaik bagi permasalahan produksi oksigen, isotank dan tabung oksigen sehingga semua dapat berjalan maksimal pada Ahad pekan ini.
“Koordinator PPKM Darurat Luhut Binsar telah meminta Kementerian Perindustrian menyiapkan tiga kapal tanker untuk menyiapkan oksigen cair baik yang dapat didatangkan oleh industri lokal maupun impor,” ujar Dedy dalam konferensi pers daring, Kamis, 8 Juli 2021.
Untuk saat ini, Dedy melanjutkan, pemerintah telah mendatangkan 7.100 unit oksigen konsentrator dan menyiapkan 7 unit oksigen generator.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan meminta suplai oksigen yang sudah ada ini segera didistribusikan sesuai dengan acuan harga yang telah ditetapkan. Permintaan itu disampaikan Luhut dalam rapat koordinasi penyediaan suplai oksigen untuk Covid-19 setingkat menteri dan lembaga terkait yang digelar secara virtual, Kamis. "Kita bermain dengan waktu, kita harus bekerja cepat," ujarnya.
Selain memenuhi suplai oksigen, pemerintah juga berjanji akan memastikan persediaan obat-obatan
segera terpenuhi. Kelangkaan obat-obatan kini terjadi tak hanya pada masyarakat yang mencari langsung di apotek. Sejumlah rumah sakit juga melaporkan sulitnya mencari obat bagi pasien mereka yang banyak diisi oleh pasien Covid-19.
Luhut menyebut, selain menggenjot produksi, upaya yang dilakukan adalah menindak tegas produsen atau distributor obat yang menjual dengan harga tinggi, sengaja menimbun, dan menimbulkan keselamatan terganggu. "Kami akan menambah jumlah pasokan obat. Sekarang kami sedang kerja keras untuk hal itu,” ujar Luhut.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyebut, penyebab lain kelangkaan obat, yakni akibat aksi panic buying yang dilakukan masyarakat. "Ya karena panic buying dan banyak masyarakat menyetok obat-obatan tersebut," kata Nadia Tarmizi, saat dihubungi, Kamis, 8 Juli 2021.
Nadia mengatakan Kementerian Kesehatan telah memanggil pedagang besar farmasi (PBF) untuk menindaklanjuti hal ini. Menurut PBF, kelangkaan obat ini juga terjadi karena stok yang terbatas dan masih menunggu pengiriman selanjutnya. "Saat ini kami menggunakan stok yang ada sambil menunggu produksi dari farmasi BUMN kita untuk produk generiknya," kata Nadia.