TEMPO Interaktif, Yogyakarta: Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memperoleh pendapatan Rp 1,2 triliun per tahun dari kebutuhan primer mahasiswa. Kontribusi ini melebihi pendapatan asli daerah yang cuma Rp 485 miliar per tahun.
“Bahkan, kalau ditambah dengan pendapatan empat kabupaten dan kota di Yogya sekalipun, masih kalah dengan jumlah kontribusi mahasiswa," kata Nur Achmad Affandi, Wakil Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Yogyakarta, Selasa (25/11).
Baca Juga:
Menurut survei yang diselenggarakan Bank Indonesia Yogyakarta bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Tunas Pembangunan Veteran Yogyakarta, pengeluaran untuk kebutuhan primer ini mencapai 31 persen dari seluruh kebutuhan hidup mahasiswa per bulannya.
Kebutuhan primer mahasiswa adalah mulai dari makan-minum, pondokan, serta transportasi. Survei terhadap 300 responden yang dipilih secara acak. Tim survei diketuai Ardito Bhinadi, yang hasilnya dibahas bersama Prof. Budi Santoso, Koordinator Kopertis V Yogyakarta dan Tjahjo Oetomo, pimpinan Bank Indonesia Yogyakarta.
Hhasil survei juga menyebutkan, kebutuhan hidup mahasiswa pada 2008 rata-rata per bulan mencapai Rp 1.278.350. “Jika jumlah mahasiswa di Yogyakarta mencapai 300 ribu orang, maka pendapatan yang diperoleh warga dari bekutuhan primer mahasiswa mencapai Rp 1,2 triliun per tahun,” tutur Nur Achmad Affandi.
Mengingat besarnya sumbangan mahasiswa ini, Nur menegaskan pemerintah daerah wajib menjamin kebutuhan mahasiswa dengan lebih serius. “Apalagi, survei juga menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa memilih warung tenda untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum. Itu artinya pemerintah seharusnya tidak lagi memandang warung tenda sebagai sektor informal yang mengganggu ketertiban.”
Ardito menambahkan, survei ini juga menghasilkan temuan menarik, yakni uang yang dibelanjakan mahasiswa untuk pulsa telepon seluler lebih besar dibanding uang kuliah. “Pengeluaran untuk pulsa telepon per bulan rata-rata Rp 90.200 atau sekitar 7 persen, sedangkan pengeluaran untuk buku pelajaran per bulan rata-rata Rp 39.750 atau 3 persen,” ungkapnya.
Sampel penelitian ini diambil dari mahasiswa perguruan tinggi swasta secara acak. Tujuannya agar survei bisa menghasilkan data yang bisa dianggap mewakili kondisi mahasiswa di Yogyakarta. Namun, Ardito juga mengakui ada juga sisi kekuarangannya, misalnya tidak mengungkap pekerjaan orangtua responden.
Heru CN