TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) menyatakan tayangan sinetron Suara Hati Istri - Zahra merupakan bentuk pelanggaran hak anak. Pelanggaran tersebut di mana anak berusia 15 tahun diberikan peran sebagai istri ketiga dan dipoligami.
“Sangat disayangkan sinetron tersebut tidak memerhatikan prinsip-prinsip pemenuhan hak anak dan perlindungan anak. Setiap tayangan harus tetap menghormati dan menjunjung tinggi hak anak-anak dan remaja, dan wajib mempertimbangkan keamanan dan masa depan anak-anak dan/atau remaja,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga dalam keterangannya Kamis 3 Juni 2021.
Bintang menambahkan materi atau konten sebuah acara, sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3&SPS), seharusnya mendukung pemerintah dalam upaya pemenuhan hak anak dan demi kepentingan terbaik anak.
“Konten apapun yang ditayangkan oleh media penyiaran jangan hanya dilihat dari sisi hiburan semata, tapi juga harus memberi informasi, mendidik, dan bermanfaat bagi masyarakat, terlebih bagi anak. Setiap tayangan harus ramah anak dan melindungi anak,” ujar dia melanjutkan.
Menteri Bintang menegaskan setiap tayangan yang disiarkan oleh media elektronik seperti televisi, seyogyanya mendukung program pemerintah dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait pencegahan perkawinan anak, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), pencegahan kekerasan seksual, dan edukasi pola pengasuhan orangtua yang benar.
Sementara orangtua pemeran seharusnya juga bijaksana dalam memilih peran yang tepat dan selektif menyetujui peran yang akan dimainkan oleh anaknya.
Menteri Bintang mengatakan sejauh ini pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). “Saya mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan oleh KPI. Kemenpppa dan KPI juga sepakat dalam waktu dekat akan segera melakukan pertemuan dengan rumah produksi untuk memberikan edukasi terkait penyiaran ramah perempuan dan anak,” kata Menteri Bintang.
Sementara, Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemenpppa, Nahar mengatakan dari hasil telaah yang dilakukan Kemenpppa ditemukan beberapa aspek yang telah dilanggar dalam produksi sinetron tersebut. Kemenpppa menilai pihak televisi swasta yang menayangkan acara tersebut menyampaikan ketidakbenaran.
“Terkait peran istri dalam sinetron ini yang diperankan seorang pemain usia anak, hal ini adalah bentuk stimulasi pernikahan usia dini yang bertentangan dengan program pemerintah khususnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan,” kata Nahar.
Nahar menambahkan sinetron tersebut juga memperlihatkan kekerasan psikis berupa bentakan dan makian dari pemeran pria, dan pemaksaan melakukan hubungan seksual. Adegan dalam sinetron tersebut dinilai mempromosikan kekerasan psikis dan seksual terhadap anak yang bertentangan dengan Pasal 66C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Nahar juga mengingatkan tayangan Suara Hati Istri - Zahra berisiko mempengaruhi masyarakat untuk melakukan perkawinan anak, kekerasan seksual, dan TPPO, karena pada tayangan tersebut diceritakan bahwa Zahra sebagai pemeran utama dinikahkan dengan alasan untuk membayar hutang keluarganya.
Baca juga: Kontroversi Sinetron Suara Hati Istri, KOMPAKS: Hapus Tontonan Tak Mendidik