- 24 Jam
Wahiduddin juga menyoroti sikap pemerintah yang diduga menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) atas RUU KPK hanya dalam waktu kurang dari 24 jam saja. Ia merujuk kronologi rapat kerja pertama pembahasan revisi UU KPK pada 12 September 2019 dan rapat panitia kerja pertama sehari setelahnya.
"Sulit bagi saya untuk tidak menyimpulkan bahwa DIM RUU ini disiapkan oleh Presiden dalam jangka waktu kurang dari 24 jam," ujarnya.
Padahal, lanjut Wahiduddin, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengatur bahwa pandangan dan pendapat presiden serta DIM dapat disampaikan kepada DPR dalam waktu paling lama enam puluh hari sejak RUU diterima Presiden.
- Ijtihad Jalan Tengah
Wahiduddin mengatakan perbendaan pendapat yang diambil olehnya merupakan ijtihad menempuh koridor jalan tengah terbaik yang dia yakini. "Saya berijtihad untuk menempuh koridor 'jalan tengah terbaik' yang saya yakini yaitu menyatakan bahwa pembentukan Undang-undang a quo bertentangan dengan UUD NRI 1945 sehingga Undang-undang a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Wahiduddin.
Dia mengatakan ada tiga opsi yang dia pertimbangkan mengenai aspek formil dan materi UU KPK. Pertama, menolak seluruh permohonan; kedua, mengabulkan sebagian; dan ketiga, mengabulkan seluruh gugatan. Dia lantas menjawab tak mungkin memilih opsi pertama, karena begitu terangnya pelanggaran konstitusi dalam revisi UU KPK. Sementara, opsi koridor kedua dinilainya hanya akan menyebabkan pengaturan mengenai KPK dan pemberantasan korupsi semakin compang-camping. Di sisi lain, MK dapat berpotensi dinilai tergelincir berubah fungsi melakukan legislatory on governing from the bench atau dicatat sejarah telah menjadi the judge as occasional legislator dalam bentuk yang paling ekstrem.
- Pilihan Wahid
Wahiduddin mengatakan memilih opsi ketiga. Dengan memilih koridor ketiga, kata dia, diharapkan dapat menyiratkan pesan kepada pembentuk undang-undang dan masyarakat bahwa secara materiil terdapat gagasan yang baik dan konstitusional terhadap KPK dalam UU a quo. Ia mengatakan, jika dibentuk dengan prosedur yang lebih baik, diharapkan kelembagaan KPK juga menjadi lebih bagus ketimbang periode sebelumnya.
Yang terpenting, kata Wahiduddin Adams, ialah bukti agar para pencari keadilan dan masyarakat percaya bahwa mekanisme pengujian formil di MK betul-betul ada dan bukan sekadar indah dalam cerita. Ia mengatakan hal ini juga bisa menjadi instrumen penyeimbang bagi agresifnya kekuatan politik mayoritas di DPR dalam pembuatan UU. "Berdasarkan argumentasi sebagaimana diuraikan di atas saya berpendapat bahwa Mahkamah seharusnya mengabulkan permohonan para pemohon," kata hakim Mahkamah Konstitusi itu.
Baca juga: Sidang Revisi UU KPK, MK Pastikan KPK Bisa Beri SP3 2 Tahun Setelah SPDP
THERESIA BUDIARTI UTAMI PUTRI