TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi turut buka suara mengenai pengambilalihan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) oleh pemerintah Indonesia dari keluarga Soeharto melalui Yayasan Harapan Kita. Menurut
KPK, banyak aset daerah atau negara yang dikuasai pihak ketiga secara ilegal dan merugikan negara.
"KPK menemukan banyaknya aset daerah atau negara yang dikuasai pihak ketiga secara tidak sah dan mengakibatkan kerugian negara," kata Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati, lewat keterangan tertulis, Kamis, 8 April 2021.
Spesifik mengenai TMII, Ipi mengatakan sejak 2020 KPK telah mendorong agar taman wisata itu dikelola oleh pemerintah, yaitu Kementerian Sekretariat Negara. Peran KPK, kata dia, yaitu dengan mengkoordinasi dan memfasilitasi berbagai pihak untuk membicarakan tentang alih aset itu.
Ipi mengatakan Yayasan Harapan Kita telah mengelola TMII sejak pertengahan 1970-an berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 51 Tahun 1977.
Keppres itu menyatakan TMII adalah hak milik negara. Penguasaan dan pengelolaan TMII diserahkan kepada Yayasan Harapan Kita.
Namun, sesuai Akta Persembahan TMII tanggal 17 Juni 1987, Yayasan Harapan Kita menyerahkan kepemilikan TMII kepada pemerintah. "Yang terdiri atas lahan tanah dan seluruh bangunan yang ada di atasnya," kata Ipi.
Sebelumnya, pemerintah mengambil alih TMII melalui ditekennya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyebut, lewat aturan ini, pemerintah mengambil alih pengelolaan TMII dari Yayasan Harapan Kita.
"Yayasan ini (Harapan Kita) sudah hampir 44 tahun mengelola milik negara ini (TMII), dan kami berkewajiban melakukan penataan, memberi manfaat luas ke masyarakat dan memberi kontribusi terhadap keuangan negara," kata Pratikno, Rabu, 7 April 2021.