TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi Golkar, Supriansa, mengkritik Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin terkait tuntutan hukuman yang rendah kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
"Harapan kita justru itu lebih berat apalagi bertemu buronan," kata Supriansa dalam rapat kerja Komisi Hukum DPR bersama Kejaksaan Agung, Selasa, 26 Januari 2021.
Supriansa membandingkan tuntutan hukuman kepada Pinangki dan mantan jaksa, Urip Tri Gunawan. Pinangki dituntut hukuman penjara 4 tahun dan denda Rp 500 juta subsiden 6 bulan kurungan. Sementara Urip, pada 2008, dituntut 15 tahun penjara, meski akhirnya divonis 20 tahun dan denda Rp 500 juta terkait perkara suap penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Menurut Supriansa, tuntutan hukuman tersebut semakin rendah padahal berbeda tahun. "Makin hari mestinya makin tinggi, tapi makin rendah dengan nilai suap yang sama. Padahal menurut pandangan kami, Pinangki jauh lebih bisa dilakukan pemberatan," ujarnya.
Supriansa pun menilai Kejaksaan Agung belum profesional atas perbedaan tuntutan tersebut. Ia juga mengatakan, jika menjabat sebagai Jaksa Agung, ia akan memilih mundur dari jabatannya. "Kalau saya Pak Jaksa Agung saat itu saya undurkan diri karena tidak bisa membina anak-anak di bawah sebagai bentuk pertanggungjawaban moral kepada publik," kata dia.
JPU menuntut Jaksa Pinangki dengan hukuman penjara selama empat tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Ia terbukti menerima janji suap sebanyak US$ 1 juta dari Djoko Tjandra setelah menjanjikan bisa mengurus fatwa bebas di Mahkamah Agung. Dari jumlah itu, sebanyak US$ 500 ribu telah diterima Pinangki sebagai uang muka.
Baca juga: Kejagung: Jaksa Pinangki Gunakan Uang dari Djoko Tjandra untuk Gaya Hidup