Karena kondisi keuangan PT Gardatama masih tersendat, Syammy mengaku kembali mengontak Edhy untuk meminjam uang pada 3 November. “Inilah mungkin yang dimaksud ada aliran dana Rp 5 miliar itu, padahal ini murni pinjaman seperti April lalu,” kata Syammy. Ia berjanji akan mengembalikan duit itu dalam dua pekan. Namun, Syammy mengakui hingga kini belum mengembalikan uang tersebut ke Edhy.
Menurut Syammy, invoice yang ditagihkan ke perusahaan mitra yang menggunakan jasa keamanan Gardatama sebenarnya sudah akan membayar pada awal November itu. Namun, ia terlanjur meminjam kepada Edhy sehingga menggunakan uang itu sebagai dana talangan perusahaan.
Dia mengakui dekat dengan Edhy karena sama-sama kawan seangkatan di Akademi Militer 1991 yang kemudian juga sama-sama dipecat dua tahun kemudian bersama 13 orang lainnya termasuk Direktur Operasional PT Gardatama Ikhwan Amirudin. “Sebagai direktur utama, saya bertanggung Jawab atas jalannya perusahaan ini. Pemilik perusahaan tidak tahu soal teknis keuangan,” kata dia.
Syammy yang didampingi Direktur Operasional PT Gardatama Ikhwan Amirudin beserta tiga orang lainnya mengklarifikasi terkait pemberitaan Majalah Tempo edisi 30 November-6 Desember. Dalam laporannya, Tempo menemukan aliran dana korupsi pengangkutan ekspor benur yang ditampung Menteri Edhy mengalir ke perusahaan jasa keamanan milik Menteri Pertahanan Prabowo Subianto itu.
Dalam laporan Majalah Tempo, Menteri Edhy diduga memasang Amri dan Nursan di PT Aero Citra Kargo sebagai pemegang saham perusahaan. Perusahaan ini memonopoli pengangkutan bayi lobster ke luar negeri pada Juni lalu atau sebulan setelah keran ekspor benur dibuka. Nursan meninggal pada Juli 2020.