TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menyebut Presiden Joko Widodo atau Jokowi memang telah mengambil risiko besar dengan mengeluarkan kebijakan tidak populis seperti UU Omnibus Law Cipta Kerja. Kendati demikian, Moeldoko mengklaim bahwa aturan sapu jagat itu sangat dibutuhkan Indonesia untuk kemudahan berusaha.
"UU Cipta Kerja sungguh untuk masa depan kita. Saya katakan, presiden mengambil risiko dengan mengambil keputusan tidak populis. Ia dicaci maki, tapi beliau lebih mementingkan masa depan bangsa untuk Indonesia maju," ujar Moeldoko di kantornya, Rabu, 21 Oktober 2020.
Menurut Moeldoko, pemerintah ke depan akan merangkul pihak-pihak yang tidak setuju dengan omnibus law dan mengakomodir aspirasi mereka lewat aturan turunan. Pemerintah, kata Moeldoko, juga akan memperbaiki gaya komunikasi publik untuk menjelaskan secara detail isi dan tujuan UU sapu jagat itu.
Semua klaim Moeldoko sebelumnya telah ditampik oleh para buruh dan mahasiswa. Hingga kemarin, mereka masih berdemonstrasi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja. UU ini dinilai hanya menguntungkan pengusaha dan lebih banyak merugikan serta mengabaikan hak-hak buruh.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan tetap akan kembali menggelar aksi besar-besaran menuntut DPR melakukan legislative review karena para buruh tidak lagi bisa mengharapkan presiden membatalkan UU Cipta Kerja.
Berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat 1 UUD 1945, DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang, sehingga DPR berwenang membuat sebuah UU baru untuk membatalkan UU Cipta Kerja melalui proses legislative review.
"UUD 1945 pasal 22A yang kemudian melegitimasi mendelegasikan ke dalam UU PPP Nomor 15 Tahun 2015 memungkinkan legislative review, gunakan lah hal itu. Kami mohon mewakili kami, buruh dan rakyat di Indonesia," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers virtual, Rabu, 21 Oktober 2020.