Terkait agenda pencarian bibit bulu tangkis muda yang rutin dilakukan, Direktur Program Bakti Olahraga Djarum Foundation, Yoppy Rosimin menyampaikan bahwa audisi bulu tangkis tahun ini akan tetap berjalan dengan nama resmi Audisi Umum Bulutangkis PB Djarum 2020. Hal itu sesuai dengan hasil evaluasi internal. "Nanti (ada) tagline kecil beasiswa bulu tangkis," kata Yoppy usai acara pemberian penghargaan atlet muda PB Djarum di Djakarta Theatre, Rabu, 5 Februari 2020.
Dalam audisi, kata Yoppy, tetap menggunakan logo PB Djarum. Ia pun tidak mempersoalkan jika keputusan itu bakal menuai protes lagi dari KPAI. "Terserah mereka dong, bukan urusan saya. Yang penting kami punya niat baik. Kami jalani, kalau nanti disetop sama otoritas berwenang, kami berhenti, simpel aja," ucap Yoppy yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Bulu Tangkis (PB) Djarum.
Sikap KPAI melarang audisi tepok bulu itu bukannya tanpa dasar hukum. Lembaga negara itu menjadikan PP 109/2012 sebagai rujukan. Penggunaan logo Djarum dianggap melanggar pasal pasal 47 yang mengatur setiap penyelenggaraan kegiatan yang disponsori oleh produk tembakau dilarang mengikutsertakan anak di bawah usia 18 tahun.
Sedangkan usulan yang disampaikan oleh Andreas itu menuai kecaman dari Komisi Nasional Pengendalian Tembakau. Manajer komunikasi Komnas Pengendalian Tembakau Nina Samidi mengatakan rencana memasukkan pasal sponsorship perusahaan rokok di bidang olahraga bakal menghambat upaya menurunkan angka perokok pemula yang telah mencapai 9,1 persen pada 2018. Padahal, semula pemerintah menargetkan prevalensi merokok anak pada 2019 menjadi 5,4 persen.
Bahkan, Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Komnas PT, Widyastuti Soerojo melihat industri rokok memanfaatkan celah regulasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Ia menjadikan aturan dalam RPJMN untuk tetap bisa menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR).
Jadi, kata Widyastuti, seolah-olah industri ini bukan termasuk zat adiktif yang tidak mempunyai dampak negatif bagi masyarakat. “Enggak kita sadari dan itu sudah dipakai oleh industri rokok untuk CSR-nya. Memang nggak eksplisit untuk industri rokok, tapi inklusif untuk semua industri,” ujarnya kepada Tempo, 28 Agustus 2020.
Celah yang dimaksud oleh peneliti Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) ini terdapat pada Bab 4 yang membahas peningkatan sumber daya manusia (SDM) berkualitas dan berdaya saing. Menurut dia, dalam arah kebijakan strategis butir 7 membahas peningkatan produktivitas berbasis kerja sama dengan industri. Khusus untuk olahraga tercantum pada pada butir 7.4 yang menekankan pengembangan peran swasta dalam pendampingan dan pembiayaan keolahragaan. “Industri apa yang bisa memberikan fasilitasi dan bantuan dana serta bagi olahraga apa saja, kan tidak didetilkan. Apa artinya ini direstui?” Widyastuti mempertanyakan isi RPJMN tersebut.
Ketua Panitia Kerja RUU Sistem Keolahragaan Nasional, Dede Yusuf mengatakan usulan sejawatnya di Komisi X DPR itu harus disesuaikan kondisi dunia internasional yang mulai melarang iklan rokok dalam olahraga. Namun, ia tidak bisa memungkiri bahwa pembiayaan prestasi olahraga perlu pendanaan dari pihak swasta. “Tetapi kita melihat kondisi perusahaan yang bisa melakukan sponsorship dalah perusahaan besar, kita tahu sendiri perusahaan terbesar adalah perusahaan rokok,” kata dia saat dihubungi Tempo, 7 Juli 2020.
Dede berharap masalah rokok dengan prestasi olahraga bisa dicarikan titik temu dalam pengaturannya. Menurut dia, selama ini prestasi olahraga khususnya bulu tangkis mendapat pembinaan langsung oleh salah satu perusahaan rokok yang mempunyai unit usaha di bidang lain.
Ia pun meminta pihak perusahaan terkait dengan rokok yang ingin melakukan kegiatan sponsorship dalam bidang olahraga untuk memasang logo unit usaha lainnya yang tidak berhubungan dengan hasil tembakau. “Kalau sponsorship itu menayangkan produk. Ada timbal balik, beda dengan pembinaan, jadi kita harus bijak melihatnya,” kata mantan atlet Taekwondo ini.