TEMPO.CO, Jakarta - Hasil survei Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menunjukkan mayoritas responden merasa demokrasi Indonesia berada dalam situasi suram berupa kemunduran. Beberapa di antaranya bahkan menilai Indonesia telah berada di rezim otoriter.
"Sebagain besar responden melihat bahwa demokrasi di Indonesia berada dalam situasi yang suram berupa kemunduran (44,7 persen), stagnasi/kemandegan (23,7 persen) bahkan tak sedikit yang menilai kita telah berada dalam otoriterisme (28,9 persen). Hanya 2,7 persen responden yang menilai demokrasi kita mengalami kemajuan," dikutip dari keterangan tertulis Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, Wijayanto, Ahad 23 Agustus 2020.
Secara keseluruhan, kata Wijayanto, penelitian tersebut menemukan 31 permasalahan demokrasi yang menandai kemunduran demokrasi di Indonesia. 21 di antaranya muncul dalam hasil survei, dan sepuluh lainnya muncul dalam diskusi terfokus.
Di antara 21 masalah yang muncul dari hasil survei adalah politik uang dalam pemilu, macetnya kaderisasi partai politik, populisme dan politik identitas, hilangnya oposisi, korupsi politik, kabar bohong dan ujaran kebencian, rendahnya literasi politik, imunitas terhadap pelanggar HAM, dan lain-lain. Sepuluh lainnya adalah politik dinasti, sentralisasi partai politik, nir ideologi partai, tidak ada kesetaran dan demokrasi di internal partai, buzzer untuk memanipulasi opini publik, dan beberapa lainnya.
Politik dinasti menurut penelitian ini dianggap sebagai salah satu masalah serius demokrasi. Secara spesifik wilayah yang dinilai menjadi lokus berlangsungnya politik dinasti adalah Banten yang dipraktikkan oleh keluarga ratu Atut, dan Solo yang sekarang dikaitkan dengan majunya Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi.
Baca Juga:
Selain itu oligarki politik di mana kekuasaan dan kekayaan dikuasai hanya oleh segelintir orang disebut juga telah terjadi di Indonesia. Selain itu ada pula fenomena buzzer dan cyber troops di, di mana manipulasi opini publik dilakukan untuk kepentingan politik.
Penelitian ini dilakukan pada 16 Agustus dengan mewawancarai 38 orang peserta terpilih yang juga akan mengikuti Sekolah Demokrasi II. Survei ini juga diikuti dengan diskusi kelompok terfokus secara daring pada 16 Agustus sampai dengan 21 Agustus 2020 dengan para peserta Sekolah Demokrasi II. Dengan keterbatasan penelitian maka survei ini tidak mengklaim bisa mewakili pandangan seluruh warga Indonesia namun bisa memberikan “insight” tentang situasi demokrasi di Indonesia dari perspektif sebagian elit, baik itu elit intelektual, elit politik, elit masyarkat sipil, penyelenggara pemilu, mahasiswa dan ASN yang merupakan bagian dari lapisan elit dari masyarakat Indonesia, yang terpilih sebagai peserta demokrasi LP3ES angkatan II.
FIKRI ARIGI