TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch meminta Badan Reserse Kriminal Polri terus mengembangkan kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra yang memiliki nama asli Joko Tjandra. ICW menilai kepolisian dapat mengembangkan kasus itu dengan memeriksa pihak Direktorat Jenderal Imigrasi.
"Kepolisian juga mesti memeriksa apakah ada oknum atau petinggi Imigrasi yang terlibat dalam pelarian Djoko Tjandra," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, lewat keterangan tertulis, Sabtu, 15 Agustus 2020.
Kurnia mengatakan Imigrasi diketahui sempat menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem perlintasan Imigrasi. Karena penghapusan ini, Djoko bisa masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi.
Soal penghapusan itu, pihak Imigrasi mengatakan melakukan penghapusan karena adanya surat dari Sekretaris NCB Interpol Indonesia pada 5 Mei 2020. Surat itu berisi pemberitahuan bahwa red notice atas nama Djoko Tjandra sudah terhapus dari basis data Interpol. "Berarti otomatis hilang di kami. Kami kan cuma penerima, kami supporting,” ujar Menkumham Yasonna Laoly seperti dikutip dari Majalah Tempo, edisi 13-19 Juli 2020
Kurnia menyoroti Direktur Jenderal Imigrasi Jhony Ginting yang merupakan mantan jaksa. Menurut dia, aneh bila lembaga yang dipimpinnya bisa meloloskan Djoko Tjandra. "Yang bersangkutan mestinya mengetahui bahwa Djoko Tjandra merupakan buronan Kejaksaan yang belum tertangkap," kata Kurnia.
Dalam kasus penghapusan red notice, Bareskrim telah menetapkan eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte menjadi tersangka. Ia diduga menerima hadiah atau janji terkait red notice. Bareskrim menyita barang bukti US$ 20 ribu dalam perkara tersebut.