TEMPO.CO, Jakarta-Ketua DPR Puan Maharani mengharapkan polemik Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) diakhiri. "Kita kembali hidup rukun dan damai serta kompak bergotong-royong melawan pandemi Covid-19 dan dampak-dampaknya," ujar Puan usai menerima Surat Presiden terkait RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dari para menteri yang mewakili Presiden Joko Widodo di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 16 Juli 2020.
Puan mengatakan RUU BPIP yang diterima Surpresnya pada hari ini, secara substansi berbeda dengan RUU HIP yang mendapat penolakan dari masyarakat. Substansi yang terdapat dalam RUU BPIP hanya memuat ketentuan tentang tugas, fungsi, wewenang, dan struktur kelembagaan BIP, tidak seperti RUU HIP.
"Konsep yang disampaikan pemerintah berisikan substansi RUU BPIP, yang terdiri dari 7 Bab dan 17 Pasal, berbeda dengan RUU HIP yang berisikan 10 Bab dan 60 Pasal," ujar Puan.
Puan menambahkan, pasal-pasal yang mendapat penolakan masyarakat, seperti penafsiran filsafat dan sejarah Pancasila dan lain-lain sudah tidak ada lagi. "Dalam konsideran mengingat (RUU BPIP) juga sudah terdapat Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pelarangan Partai Komunis Indonesia dan ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme," kata Puan Maharani.
RUU yang menguatkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang BPIP itu, kata Puan, juga tidak akan dibahas dulu oleh DPR dan pemerintah sebelum merasa mendapatkan masukan yang cukup dari seluruh elemen anak bangsa. Sehingga hadirnya RUU BPIP itu menjadi kebutuhan hukum yang kokoh bagi upaya pembinaan ideologi Pancasila melalui Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.