TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Police Watch (IPW) menilai fenomena polisi aktif yang duduk sebagai pejabat sipil kian menggelisahkan.
"Fenomena rangkap jabatan oleh TNI Polri aktif di posisi sipil makin menggelisahkan aparatur sipil negara," kata Ketua Presidium IPW Neta S. Pane melalui pesan teks pada Selasa, 23 Juni 2020.
Berdasarkan catatan IPW setidaknya ada tiga jenderal polisi aktif duduk di kementerian. Mereka adalah Komisaris Jenderal Andap Budhi Revianto yang diangkat menjadi Inspektur Jenderal Kemenkumham. Masa aktif Andap masih lima tahun lagi.
Kemudian ada Inspektur Jenderal Reinhard Silitonga yang diangkat menjadi Direktur Jenderal Pemasyarakatan yang masa pensiunnya di Polri masih sangat panjang, yakni enam tahun lagi. Sementara Komisaris Jenderal Antam Novambar diangkat Pelaksana tugas Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang masa pensiunnya tinggal lima bulan lagi.
Adanya aparat keamanan yang menduduki jabatan sipil di masa Presiden Joko Widodo atau Jokowi ini dinilai seperti mengulang masa Orde Baru. Padahal, pada era reformasi, sejumlah regulasi telah dirombak agar supremasi sipil tidak lagi berada di bawah tentara atau polisi.
"IPW berharap Presiden Jokowi dan kabinetnya jangan mengulang kebobrokan rezim Orde Baru dan bertingkah seenaknya melanggar UU," ujar Neta.
Apalagi, kata Neta, Undang-undang menyebutkan bahwa polisi tidak boleh merangkap jabatan di luar tugas-tugas kepolisian, apalagi jika anggota polisi itu masih jenderal aktif. Pasal 28 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan,
Neta menilai, di era Presiden Jokowi, rangkap jabatan dan dwifungsi ini muncul lagi dengan gaya baru. Jokowi memberi peran yang cukup besar pada kalangan kepolisian, sehingga muncul istilah Dwifungsi Polri.
"Jika Soeharto memanjakan militer, maka Jokowi sangat memanjakan jenderal polisi. Sepertinya strategi dwifungsi ini adalah strategi balas jasa. Jika Soeharto balas jasa ke kalangan militer, Jokowi melakukan balas jasa ke kalangan Polri," kata Neta.