Selain menggunakan orang-orang dekatnya, Nurhadi diduga turun langsung berhubungan dengan pihak yang berperkara. Ini, misalnya, terjadi dalam kasus pengaturan perkara Grup Lippo yang ditangani Eddy Sindoro.
Saat diperiksa penyidik KPK pada 30 Mei 2016, Nurhadi mengakui lebih dari sembilan kali bertemu dengan Eddy Sindoro. Lokasi pertemuan, kata dia, antara lain di rumahnya di Hang Lekir dan di rumah Eddy di Karawaci, Tangerang. Eddy, kata Nurhadi kepada penyidik, pernah meminta dia mengurus perkara PT Kymco di MA. "Tapi tidak saya tanggapi serius."
Pernyataan Nurhadi ini bertolak belakang dengan surat dan memo dari sejumlah anak buah Eddy Sindoro yang meminta bantuan jasa Nurhadi. Dalam dokumen tertulis "perkara-perkara yang di-handle End (panggilan lain Nurhadi)" yang disita KPK disebutkan ada 14 perkara Grup Lippo yang telah selesai ditangani Nurhadi dan sembilan yang masih ditanganinya.
Salah satunya perkara perdata PT Kymco yang menang di tingkat PK. Dalam lembar memo setiap perkara yang dikirim tercantum kalimat bantuan yang diperlukan, seperti tolak PK lawan atau mohon tunjuk majelis hakim yang friendly. Dalam memo tersebut Nurhadi disebut promotor.
Adapun Nurhadi geram disebut promotor kasus Grup Lippo. "Saya dibilang promotor itu tidak benar sama sekali," katanya. Sementara itu, Eddy Sindoro divonis empat tahun penjara.
Dalam beberapa kali kesempatan, direksi Lippo membantah informasi bahwa Eddy Sindoro bagian dari perusahaan mereka. Head of Corporate Communication PT Lippo Karawaci Tbk Danang Kemayan Jati mengatakan Eddy sudah lebih dari enam tahun tidak bergabung dengan Lippo. "Lippo tidak punya kaitan sama sekali dalam hal apa pun," ujarnya.