TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta memutus Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Menteri Komunikasi dan Informatika telah melanggar asas pemerintahan terkait pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.
“Menyatakan tindakan pemerintah yang dilakukan tergugat 1 dan 2 adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan atau pemerintah,” kata Hakim Ketua Nelvy Christin dalam sidang pembacaan putusan melalui telekonferensi, Rabu, 3 Juni 2020.
Pihak tergugat 1 adalah Menteri Komunikasi dan Informatika, sedangkan tergugat 2 adalah Presiden Jokowi. Majelis hakim pun menghukum tergugat 1 dan 2 membayar biaya perkara sebesar Rp 457 ribu.
Dalam pembacaan pertimbangan, Majelis hakim menyatakan pemblokiran internet di Papua pada 2019 ini melanggar undang-undang tentang keadaan berbahaya. Apalagi, sebelum pemblokiran tidak pernah ada pengumuman bahwa sedang ada keadaan berbahaya.
"Karena tidak pernah ada pengumuman tersebut, hal ini juga melanggar hak atas informasi dan hak lainnya, menunjukkan tidak adanya good governance. Juga menghalangi tugas-tugas Jurnalis dan pemerintah," kata kuasa hukum penggugat, Muhammad Isnur, mengutip putusan hakim.
Majelis hakim menyatakan internet bersifat netral yaitu bisa digunakan untuk hal yang positif ataupun negatif. "Namun, apabila ada konten yang melanggar hukum, maka yang seharusnya dibatasi adalah konten tersebut," kata majelis hakim.
Sehingga, hakim menilai pemerintah melanggar hukum atas pembatasan akses internet di Papua pada 19-20 Agustus 2019, tindakan pemutusan akses internet sejak 21 Agustus sampai 4 September 2019, dan lanjutan pemutusan akses internet sejak 4 sampai 11 September 2019.