TEMPO.CO, Jakarta - Transparency International Indonesia merilis rapor pelaksanaan strategi nasional pencegahan korupsi (Stranas PK).
Pemantauan yang dilakukan TII pada November 2019-Februari 2020 fokus pada 4 sub-aksi. Yaitu pembentukan Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ), pelaksanaan Online Single Submission (OSS), implementasi kebijakan satu peta, dan percepatan sistem merit.
“Temuan dari laporan ini menyimpulkan secara umum kapasitas masing-masing unit pelaksana di 4 sub-aksi Stranas PK berada dalam kategori kurang memadai,” kata peneliti TII, Alvin Nicola, dalam telekonferensi, Rabu, 27 Mei 2020.
Pemantauan ini dilakukan di 9 wilayah, yaitu Kota Banda Aceh, Kota Gorontalo, Kota Pontianak, Kota Yogyakarta, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Riau, Provinsi Jawa Timur, dan Provinsi Sulawesi Utara.
TII juga melakukan wawancara dengan masing-masing unit pelaksana di pemerintah daerah yang berkaitan dengan sub-aksi, juga melibatkan kelompok masyarakat.
Dimensi yang diukur dalam pemantauan ini adalah kelembagaan, sumber daya manusia dan anggaran, akuntabilitas, mitigasi risiko korupsi, dan pelibatan masyarakat.
Dari sisi kelembagaan, Alvin mengatakan pemantauan menemukan aspek kepatuhan regulasi sudah cukup progresif. Kemudian dari SDM dan anggaran terdapat tantangan besar, yaitu perkiraan biaya dan alokasi sumber daya keuangan, manusia dan kelembagaan untuk pendekatan antikorupsi.
Dari sisi akuntabilitas masih dijalankan secara parsial. Dalam mitigasi risiko korupsi, Alvin menemukan peran dan tanggung jawab pemerintah masih lemah dalam menyiapkan infrastruktur agar aksi pencegahan korupsi daerah berjalan.
Kemudian TII juga menemukan komunikasi terkait Stranas PK sangat lemah di hampir semua unit pelaksana yang dipantau.