TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi masyarakat sipil yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia menyebut Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat menutup akses publik rapat virtual terkait omnibus law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja Senin kemarin, 20 April 2020.
Menurut Aliansi, warga dikeluarkan dari ruang online setelah menyampaikan aspirasi yang berbeda. Ruang online tersebut kemudian dikunci sehingga publik tak bisa bergabung meskipun sudah berkali-kali mencoba.
"Artinya rakyat tidak diharapkan untuk mengikuti proses pembahasan RUU yang akan menimpa mereka," kata juru kampanye Greenpeace, Asep Komarudin, dalam keterangan tertulis, Selasa, 21 April 2020.
Asep mengatakan, hal itu menunjukkan bahwa partisipasi publik hanya menjadi formalitas. Ia menyinggung adanya anggota DPR yang terdengar menyampaikan bahwa aspirasi publik didengar, tetapi tidak harus semua diakomodir.
Tommy Indriadi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), mengaku dirinya dikeluarkan dari ruang online saat mengikuti sidang melalui aplikasi Zoom. Bahkan, kata Tommy, admin kemudian memblokirnya sehingga tak bisa masuk kembali ke ruang online.
"Sama artinya DPR menutup pintu sidang dan atau mengeluarkan masyarakat dari ruang sidang yang diketahui memiliki suara dan pandangan berbeda dengan apa yang sedang dibahas," kata Tommy.
Mereka menyatakan, penghilangan partisipasi publik secara sengaja itu melanggar Pasal 96 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal itu menyebutkan masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Selain itu, Pasal 96 tersebut menyatakan setiap RUU harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Maka dari itu, Fraksi Rakyat Indonesia pun menyatakan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja cacat hukum karena tidak melibatkan publik.
"Tunda agenda legislasi DPR selama pandemi Covid-19 karena terbukti rakyat tidak bisa berpartisipasi di dalam pembahasannya," kata Tommy.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya beralasan, rapat kemarin digelar tertutup karena bersifat internal dengan agenda penetapan panitia kerja dan urutan klaster yang akan dibahas. Dia mengklaim, rapat-rapat berikutnya yang berkaitan dengan aspirasi publik akan digelar terbuka.
"Semua RDPU (rapat dengar pendapat umum) akan terbuka," kata Willy ketika dihubungi, Selasa, 21 April 2020.