TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian RI turut merespons pernyataan Presiden Joko Widodo tentang darurat sipil yang akan mendampingi kebijakan pematasan fisik skala besar dalam penanganan wabah Corona.
"Tunggu kalau sudah diterapkan saja, dan menunggu penguasa darurat sipil bagaimana," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Argo Yuwono saat dihubungi pada Senin, 30 Maret 2020.
Dia menuturkan bahwa Polri tak melakukan persiapan khusus merespons pernyataan Presiden Jokowi tentang kemungkinan kebijakan darurat sipil.
Argo menerangkan langkah Polri saat ini fokus pada skenario physical distancing atau jaga jarak secara fisik. Beragam aturan pun sudah dikeluarkan, mulai dari pembubaran acara atau kegiatan yang melibatkan jumlah orang yang sangat banyak, meminta pengemudi ojek online tidak berkumpul saat menunggu pelanggan, hingga meminta production house (PH) menunda syuting sinetron dan film.
Untuk menjalankan kebijakan itu Polri dibekali pasal berlapis, yakni Pasal 212 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 214 KUHP, Pasal 126 ayat (1) KUHP, dan Pasal 128 KUHP.
Menurut Argo, berdasarkan aturan tersebut masyarakat yang enggan menuruti imbauan pemerintah akan dikenakan sanksi pidana.
Presiden Jokowi telah menetapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar dalam menghadapi penyebaran virus Corona. Ia pun memerintahkan para menterinya menyusun aturan pelaksanaan kebijakan itu agar bisa diterapkan di daerah.
Jokowi kemudian mengatakan kebijakan itu perlu didampingi dengan kebijakan darurat sipil. "Tadi sudah saya sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," katanya hari ini, Senin, 30 Maret 2020.