TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan bahwa sebuah ironi Indonesia sudah mendapat predikat sebagai negara maju, namun angka kemiskinan dan kekerdilan pada anak atau stunting masih tinggi. Berdialog dengan masyarakat mengenai percepatan penanganan kemiskinan dan kerdil, di Balitong Resort, Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung, Rabu, 26 Februari 2020, Wapres menyampaikan jangan sampai antara nama dan kenyataan tidak cocok.
"Namanya maju kok kemiskinan masih tinggi, namanya maju kok stunting masih tinggi?," kata Wapres Ma'ruf Amin dalam keterangan tertulis dari Setwapres yang diterima di Jakarta, Kamis pagi, 27 Februari 2020.
Ma'ruf Amin mengatakan label sebagai negara maju itu diukur antara lain dari tingkat kesejahteraan masyarakatnya, termasuk angka kemiskinan yang seharusnya rendah. "Yang mau kita kejar itu angka kemiskinan, pemerintah ingin menurunkan angka kemiskinan, bahkan kalau bisa me-nol-kan walaupun (jumlahnya) agak tinggi."
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, angka kemiskinan di Indonesia per September 2019 mencapai 9,22 persen. Angka itu turun 0,44 persen dari data September 2018. Pemerintah berupaya menekan angka kemiskinan menjadi 7 hingga 6,5 persen pada akhir 2024.
Menurut Wapres Ma'ruf Amin, angka anak kerdil secara nasional turun menjadi 27,6 persen dari tahun 2018 sebesar 30,8 persen. Namun, angka itu masih berada di atas standar Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) yakni maksimal 20 persen. Meski begitu, usaha untuk menurunkan jumlah anak kerdil harus diupayakan sedemikian rupa secara optimal, karena target yang ingin dicapai 14 persen pada di akhir 2024. “Jadi (menurunkan) dari 23 ke 14 (persen) lumayan banyak, oleh karena itu harus digenjot."