INFO NASIONAL — Langkah cepat dilakukan untuk menyelesaikan kasus perundungan yang terjadi di Purworejo. Tak selesai dengan penanganan korban dan pelaku, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, juga membentuk tim khusus untuk mereformulasi sistem pendidikan.
Tim khusus itu melibatkan aktivis difabel dari Semarang maupun daerah lain serta sejumlah pihak terkait. Ganjar menegaskan peristiwa perundungan siswi berkebutuhan khusus sebuah SMP di Purworejo, merupakan momentum untuk memperbaiki suatu sistem. Baginya, sangat penting untuk melibatkan semua elemen agar bisa merancang sistem pendidikan yang jauh lebih baik.
Baca Juga:
"Melihat dari kasus ini, saya orang yang meyakini bahwa kalau ini pasti ada di tempat lain tetapi kita tidak tahu. Saya tidak ingin ini terulang maka semua sistem sekarang kami review dan kami perbaiki agar tidak terulang," ujar Ganjar.
Pegiat Rumah Difabel, Noviana Dibyantari, yang mendapat arahan dari Ganjar, pada Sabtu, 15 Februari 2020 lalu, bersama timnya melakukan identifikasi ke Purworejo. Pendampingan dilakukan dengan cara mengajak dialog, menghibur korban hingga menemui pelaku.
"Lagi-lagi saya melihat ada proses pembiaran dan ketidakdisiplinan, dan figur yang baik, sehingga terjadi peristiwa itu. Harus ada sentuhan revolusi mental yang kuat kepada anak-anak untuk masa depan," kata Bunda Novi, sapaan akrab Noviana Dibyantari.
Baca Juga:
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Jumeri, memastikan korban perundungan yang terjadi di SMP Purworejo tertangani dengan baik, setelah pihaknya beberapa hari ke Purworejo melakukan penanganan dan assessment. Penanganan dan assessment psikologi dan motivasi kita lakukan agar korban kembali giat belajar.
“Dua hari ini kita istirahatkan agar tidak banyak dikunjungi. Kita telusuri jati diri pelaku maupun korban. Pemprov akan menangani dengan baik agar tidak dirugikan pendidikannya. Soal hukum ada di kepolisian," kata Jumeri saat jumpa pers OPD di Gedung A Lantai 1 Kantor Gubernur Jateng, Rabu, 19 Februari 2020.
Saat ini, ungkapnya, korban perundungan masih dalam pendampingan karena belum mau diajak berbicara. Para pendamping pun mangajak berenang dan bermain agar mau membuka obrolan. Terkait keputusan akan bersekolah di mana, pihaknya masih mengkaji berbagai kemungkinan.
Jumeri juga menyebutkan, selain di Purworejo, ada beberapa sekolah lain di Jateng dengan masalah yang hampir sama, akan tetapi tingkatnya tidak besar. Hanya saja, masalah di Purworejo itu menjadi viral setelah divideo dan di-upload ke media sosial.
"Pemprov beberapa kali koordinasi dengan kepala dinas pendidikan kabupaten kota. Awal Maret kita pastikan rapat lagi untuk memastikan agar kejadian seperti ini tidak terjadi lagi. Ada di Demak juga, tetapi tidak besar," ujarnya.
Terkait wacana merger sekolah, kata Jumeri, karena secara administrasi milik yayasan Muhammadiyah, pihaknya meminta agar sekolah itu mem-branding kembali dengan beragam kegiatan, dan diintervensi berbagai program agar bangkit dan menjadi sekolah pilihan masyarakat. (*)