TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Persatuan Pembangunan, Achmad Baidowi, tak sepakat dengan usulan politikus Partai Keadilan Sejahtera, Rafli, agar pemerintah mengekspor ganja. Baidowi mengatakan usulan itu bertentangan dengan nilai yang dianut di Indonesia.
"Upaya menjadikan ganja sebagai komoditas ekspor bertentangan dengan nilai-nilai agama (Islam), aspek hukum, fisik, psikologis, sosial, serta aspek keamanan dan ketertiban masyarakat," kata Baidowi dalam keterangan tertulis, Jumat, 31 Januari 2020.
Baidowi mengatakan, Islam mengatur bahwa hal yang memabukkan bersifat haram. Ganja termasuk di dalamnya. Kata dia, banyak pula dalil Islam yang menguatkan hal ini. "Artinya usulan ekspor ganja bertentangan dengan Islam," kata Wakil Sekretaris Jenderal PPP ini.
Dari sisi hukum, Baidowi mengatakan ganja tak dapat dilegalkan karena bertentangan dengan United Nations (UN) Single Convention 1961 dan UN Convention 1988 tentang narkotika dan obat-obatan terlarang. Konvensi itu menyebutkan segala perbuatan yang menyangkut masalah ganja adalah tindak pidana yang harus dikenakan hukuman yang setimpal dengan hukuman penjara.
Ketentuan-ketentuan dari kedua konvensi tersebut, kata Baidowi, telah diratifikasi dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. "Baik mengenai penggolongan ganja dalam narkotika golongan I maupun ketentuan pidana yang cukup berat," ujar dia.
Meski begitu, Baidowi mengatakan usulan itu merupakan hak politik dan konstitusional anggota Fraksi PKS. Dia menyindir ihwal pergeseran paradigma dari partai dakwah itu. "Mungkin saja ada perubahan paradigma politik di Fraksi PKS. Kami tidak berhak mencampurinya karena itu urusan rumah tangga mereka," kata Baidowi.
Usulan ekspor ganja ini sebelumnya disampaikan politikus PKS Rafli dalam rapat Komisi VI DPR dan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Kamis, 30 Januari 2020. Dikutip dari akun Twitter @wikiDPR2, Rafli awalnya menyinggung ganja yang tumbuh subur di Aceh.
Anggota Komisi VI DPR ini mengatakan ganja juga memiliki banyak manfaat, salah satunya untuk farmasi. Dia lantas meminta pemerintah tak terlalu kaku memandang ganja.
"Bahaya ganja ini adalah konspirasi global. Kita bisa memanfaatkan ganja di Aceh untuk kita ekspor ke luar negeri," kata Rafli dikutip dari @wikiDPR2 pada Jumat, 31 Januari 2020. Tempo sudah menghubungi Rafli untuk mengkonfirmasi, tetapi belum direspons.