TEMPO.CO, Yogyakarta - Polemik Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja akan menjadi salah satu topik yang bakal diangkat dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama (Munas NU) 2020 di Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah.
"Soal Omnibus Law itu akan dibahas saat Munas 2020 bersama ulama-ulama besar," kata Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf saat menghadiri Forum Eurasia Centrist Democrat International (CDI) di Yogyakarta, Kamis, 23 Januari 2020.
Isu soal RUU itu, ujar Yahya, akan dibahas sebagai satu topik bahasan dalam Munas yang digelar pada 18-19 Maret 2020 untuk mengerucutkan sikap dan pandangan NU. Ini untuk melihat apakah beleid itu diperlukan atau tidak bagi bangsa ini.
"Sejauh ini soal Omnibus Law itu baru statemen-statemen, belum ada pembicaraan di kalangan NU dan belum ada studi mendalam tentang rencana perundangan itu," kata dia.
Yahya melihat secara umum banyak sekali undang-undang di Indonesia yang tumpang-tindih satu sama lain. Menurutnya, butuh penyelarasan antar-regulasi yang ada agar tak saling tabrak.
"Yang diperlukan mungkin sebuah sinergi dan Omnibus law ini kan informasinya untuk menyelesaikan masalah (regulasi) yang tumpang tindih selama ini," ujar Yahya.
Omnisbus Law masih menuai pro kontra di kalangan masyarakat. Apalagi, pemerintah dianggap kurang melakukan sosialisasi RUU ini.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sebelumnya membantah sosialisasi terhadap omnibus law terhadap masyarakat minim.
Mahfud berdalih, rencana terbitnya omnibus law itu sudah pernah diumumkan ketika Presiden Joko Widodo berpidato dalam pelantikannya pada Oktober 2019.
"Ndak minim juga lah. Kan sejak awal sudah diumumkan pidato presiden waktu pelantikan itu waktu tanggal 20 Oktober tentang omnibus law, sesudah itu rapat. Nah FGD, FGD-nya tidak minim juga," kata Mahfud di Hotel Shangri-la, Jakarta Selatan, pada Rabu, 22 Januari 2020.