TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Adi Toegarisman turut memanggil ahli asuransi dan investasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pemeriksaan terkait kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada Senin, 6 Januari 2020.
"Tentu ini membantu dalam rangka proses penyidikan," ujar Adi di kantornya, Jakarta Selatan, pada Senin, 6 Januari 2020.
Selain itu, Adi menjelaskan, keterangan ahli digunakan untuk menjadi alat bukti yang sah untuk nantinya menetapkan tersangka. "Dalam menangani perkara kita perlu alat bukti salah satunya adalah meminta keterangan ahli," kata dia.
Hari ini, Kejaksaan Agung memeriksa tujuh orang sebagai saksi. Mereka adalah eks Agen Bancassurance PT Jiwasraya Getta Leonardo Arisanto dan Bambang Harsono, Kepala Divisi Pertanggungan Perorangan dan Kumpulan PT Jiwasraya Budi Nugraha, Mantan Kepala Pusat Bancassurance dan Aliansi Strategis PT Jiwasraya, Kepala Divisi Penjualan PT Jiwasraya Erfan Ramsis, dan Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokrosaputro.
Kendati demikian, Adi enggan membeberkan ihwal materi pemeriksaan. "Itu teknis penyidik ya," ucap dia.
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menemukan adanya dugaan korupsi di PT Jiwasraya. Jaksa Agung telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan kasus Jiwasraya dengan Nomor Trim 33/F2/Fd2/12 tahun 2019 tertanggal 17 Desember 2019. Imigrasi juga sudah mengeluarkan surat cegah ke luar negeri bagi 10 orang terkait kasus korupsi tersebut.
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi, diantaranya penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp5,7 triliun dari aset finansial.
Sejumlah 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik, sisanya 95 persen dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk. Selain itu, penempatan reksa dana sebanyak 59,1 persen senilai Rp 14,9 triliun.
Sebanyak dua persen dikelola oleh manajer investasi dengan kerja baik. Sementara 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk. Akibatnya, Jiwasraya sampai hingga Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp 13,7 triliun.