TEMPO.CO, Jakarta - Polisi belum menjelaskan motif dua polisi, RM dan RB yang menjadi tersangka pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Menurut polisi, motif itu masih diselidiki.
"Sabar, ini sedang pemeriksaan awal. Belum bisa kami sampaikan karena masih dalam pemeriksaan," kata Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Argo Yuwono, Jumat, 27 Desember 2019.
Jauh sebelum polisi menangkap tersangka pelaku, tim gabungan pencari fakta bentukan polisi justru pernah membeberkan dugaan motif penyerangan yang terjadi 11 April 2017 itu. TGPF menyebutkan enam kasus high profile yang mungkin memunculkan balas dendam atau serangan balik terhadap Novel.
Menurut anggota TGPF Nur Kholis, lima dari enam kasus itu adalah kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP); kasus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar; kasus Mantan Sekretaris Jenderal MA, Nurhadi; kasus korupsi mantan Bupati Buol, Amran Batalipu; dan kasus korupsi Wisma Atlet.
"TGPF meyakini kasus tersebut berpotensi menimbulkan serangan balik atau balas dendam karena adanya dugaan penggunaan kewenangan berlebihan," kata Nur Kholis saat membacakan hasil penyelidikan mereka di Mabes Polri, Jakarta, Rabu, 17 Juli 2019. Sedangkan satu kasus lainnya yakni penganiayaan pencuri sarang burung walet di Bengkulu.
Pengacara Novel Baswedan, Alghiffari Aqsa mengatakan tim gabungan bentukan kepolisian luput menyinggung satu kasus yang patut diduga menjadi latar belakang penyerangan terhadap kliennya, yakni kasus buku merah. "Ada satu lagi yaitu kasus buku merah," kata Alghiffari di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu, 17 Juli 2019.
Istilah buku merah merujuk pada buku tabungan berisi transaksi keuangan CV Sumber Laut Perkasa milik Basuki Hariman. Buku itu menjadi salah satu bukti dalam kasus korupsi yang menjerat pengusaha daging dan anak buahnya Ng Fenny dalam kasus suap ke hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar. Buku itu mencatat aliran duit ke perwira polri.