TEMPO.CO, Jakarta - Mantan politikus Partai Kebangkitan Bangsa Musa Zainuddin mengaku tak terlalu peduli KPK menolak permohonan justice collaborator yang ia ajukan.
Menurut dia, yang penting ia sudah membeberkan informasi yang belum pernah diungkap di persidangan.
"Saya tidak ambil pusing, lagi pula bukan ditolak, tapi memang belum waktunya saja. Tapi sudahlah, rencananya kami akan kami ajukan JC lagi," kata dia kepada Tempo lewat keterangan tertulis melalui kerabatnya pada, Selasa, 3 Desember 2019.
Musa menuturkan akan lebih mendetailkan peristiwa yang ia alami dalam permohonan JC yang akan kembali ia ajukan. "Saya menceritakan fakta yang sebenarnya. Dulu tidak saya ceritakan karena saya disuruh bohong," kata dia.
Musa menganggap dirinya bukanlah pelaku utama dalam kasus korupsi proyek infrastruktur di Kementerian PUPR. Ia mengatakan hanya menjalankan perintah partai.
Sebelumnya, KPK menolak permohonan JC yang diajukan Musa Zainuddin. Menurut KPK, Musa belum memenuhi syarat menjadi saksi pelaku yang bekerjasama untuk membongkar kasus hukum. "Ya sudah ditolak," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dihubungi Kamis, 28 November 2019.
Meski demikian, Saut mengatakan KPK mempersilahkan bila Musa ingin kembali mengajukan JC. Ia mengatakan Musa mesti membuka peran pihak lain dengan lebih terang. "Jika ada niat membuka kasusnya sehingga lebih jelas," ujar Saut.
Musa dihukum sembilan tahun penjara karena terbukti menerima suap Rp7 miliar untuk meloloskan proyek infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Maluku dan Maluku Utara tahun anggaran 2016. Uang itu berasal dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.
Dari dalam penjara, mantan Anggota Komisi Infrastruktur DPR ini mengirimkan surat permohonan JC ke KPK pada akhir Juli 2019. Dalam surat itu, Musa mengaku bahwa duit yang ia terima tak dinikmati sendiri. Sebagian besar duit itu, kata dia, diserahkan kepada Sekretaris Fraksi PKB kala itu, Jazilul Fawaid dengan jumlah Rp6 miliar. Musa menyerahkan uang tersebut di kompleks rumah dinas anggota DPR kepada Jazilul.
Setelah menyerahkan uang kepada Jazilul, Musa mengaku langsung menelepon Ketua Fraksi PKB Helmy Faishal Zaini. Ia meminta Helmy menyampaikan pesan ke Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin bahwa uang Rp 6 miliar sudah diserahkan lewat Jazilul.
Keterangan ini, tak pernah terungkap di muka persidangan. Musa mengaku memang menutupi peran para koleganya lantaran menerima instruksi dari dua petinggi partai. Dua petinggi partai, kata Musa, mengatakan Cak Imin berpesan agar kasus itu berhenti di Musa. “Saya diminta berbohong dengan tidak mengungkap peristiwa sebenarnya,” kata dia.
KPK telah memeriksa Helmy pada 30 September 2019. Ia menepis bahwa dirinya terlibat kasus korupsi infrastruktur itu. "Enggak, enggak, enggak ada itu," kata dia. Sementara Jazilul menolak mengomentari kasus ini. "No comment," kata pria yang kini duduk sebagai Wakil Ketua MPR itu. Dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada 24 Oktober 2019, Jazilul tak merespon. Adapun Cak Imin meminta Tempo bertanya ke Jazilul. "Ke Jazilul saja," katanya.