TEMPO.CO, Surabaya - Pengadilan Negeri Surabaya menggelar sidang perdana insiden pengepungan asrama Papua dengan terdakwa Tri Susanti pada Rabu, 27 November 2019.
Jaksa penuntut Muhammad Nizar, dalam nota dakwaanya, menyatakan Tri Susanti menyebarkan informasi yang dapat menimbulkan kekacauan dan permusuhan SARA.
Menurut jaksa, Tri yang juga anggota sebuah ormas memposting bahwa bendera merah putih di depan asrama mahasiswa Papua dibuang ke selokan dan dipatahkan tiangnya. Setelah dicek ternyata tiangnya tidak patah, namun bengkok.
Postingan itu, menurut penuntut umum, memicu aksi massa gabungan ormas, pengemudi ojek online dan suporter sepak bola di depan asrama. Umpatan-umpatan bernada SARA terucap dari massa hingga akhirnya puluhan penghuni asrama diangkut ke Polrestabes Surabaya.
Penasihat hukum Tri Susanti, Sahid, menilai dakwaan jaksa terhadap kliennya tidak memenuhi unsur pasal yang didakwakan, yakni Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang ITE.
Menurut Sahid, saat memposting bahwa ada bendera dibuang ke selokan depan asrama mahasiswa Papua, Jalan Kalasan Surabaya, pada 16 Agustus lalu, Tri bermaksud memberi tahu rekan-rekannya bahwa ada hukum yang dilanggar.
"Klien kami tak memprovokasi, tapi memberi tahu lewat grup WA bahwa bendera di depan asrama dibuang, tiang dipatahkan," kata Sahid saat dihubungi usai sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu, 27 November 2019.
Sahid mengatakan bendera itu dipasang oleh petugas Kecamatan Tambaksari setelah Tri Susanti melakukan audiensi. Sebab selama bertahun-tahun penghuni asrama tak mau memasang bendera merah putih saat 17 Agustus. "Akhirnya dipasang oleh petugas kecamatan, tapi malah dibuang oleh penghuni asrama," kata Sahid.
Sahid berujar akan menyampaikan eksepsi Senin pekan depan. Menurutnya sidang Tri Susanti bakal maraton. "Kami perlu menyiapkan bahan-bahan untuk eksepsi," kata dia.