TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengatakan serangan siber kepada KPK dapat mengaburkan opini publik, dan bisa merusak negara. "Memang (serangan siber) itu mengganggu masyarakat awam, yang tentu masyarakat awam ini berpikir mengira atau apa, dan jelas itu merusak negara," kata dia saat dihubungi Tempo, Jumat 1 November 2019.
Novel sadar serangan siber pun menyasar dirinya secara pribadi. Namun Novel tak mau menanggapi atau menangkal hal tersebut. Karena menurutnya menanggapi penyerang itu sama dengan memberikan mereka panggung.
"Ketika saya menangkal justru membuat omongan mereka yang murahan, yang jelek sekali itu akan menjadi dapat panggung. Itu malah enggak baik menurut saya," kata dia.
Pengajar ilmu politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khairul Umam, menilai serangan di media sosial yang menyasar Novel diduga sistematis. Ia mengatakan awalnya serangan di media sosial itu diduga dilakukan oleh buzzer yang bertujuan mendelegitimasi KPK. Tapi serangan itu ikut menyasar Novel dengan mengolok-olok kondisi matanya. "Bukan hanya serangan ke Novel, tetapi juga keluarganya," kata Ahmad, kemarin.
Menurut Ahmad, serangan di media sosial terhadap Novel sudah melebar ke berbagai isu. Serangan itu, kata dia, menggunakan narasi yang berniat mendegradasi KPK dengan menggunakan isu agama dan radikalisme. Dua isu ini ikut menyenggol Novel.
Serangan terhadap Novel semakin banyak diunggah warganet di Twitter saat seleksi pemimpin KPK periode 2019-2023 dan pembahasan revisi Undang-Undang KPK di Dewan Perwakilan Rakyat, tiga bulan terakhir. Sejumlah akun mengolok-olok kondisi mata Novel yang terluka akibat siraman air keras itu. Bahkan beberapa akun menyebut Novel memiliki kepentingan politik di balik peristiwa tersebut. Beberapa akun juga mengaitkan hubungan kekerabatan antara Novel dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Peneliti media sosial dari Drone Emprit, Hari Ambari, menilai narasi-narasi negatif tentang Novel memang sempat ramai di media sosial, tapi belakangan mulai memudar. Ia mengatakan sekarang netizen memiliki kecenderungan kritis terhadap kasus Novel karena berkaitan dengan kondisi KPK belakangan ini. Kondisi itu merujuk pada upaya pelemahan KPK dengan revisi UU KPK oleh DPR. "Ada bias. Ketika ada narasi alternatif. Apalagi ada kaitannya dengan KPK," kata Hari.