TEMPO.CO, Jakarta - Politikus PDIP Masinton Pasaribu meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak usah ingin terlibat dalam penyusunan kabinet Joko Widodo atau Jokowi - Ma'ruf Amin.
Masinton mengatakan penunjukan menteri-menteri merupakan hak prerogatif Jokowi sebagai presiden. "Prerogatif itu berarti hak khusus presiden, yang tidak boleh dibagi-bagi ke siapa pun. Jadi, KPK tidak boleh kepo tentang kabinet sekarang siapa yang akan disusun oleh Presiden," kata Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2019.
Masinton mengatakan Jokowi memiliki banyak instrumen untuk menelusuri rekam jejak orang-orang yang akan mengisi kabinetnya. Dia pun menilai tak masalah jika Presiden tidak melibatkan KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK.
"Secara formal tidak ada masalah kalau Presiden tidak melibatkan KPK dan PPATK. Presiden punya banyak instrumen untuk melakukan tracking rekam jejak masing-masing anggota kabinetnya nanti," ucapnya.
Dalam menyusun kabinet Jokowi jilid II, Masinto menilai Presiden belajar dari pengalaman pada 2014. Ketika itu Jokowi melibatkan KPK dan PPATK dalam menjaring menteri.
Alhasil ada delapan nama yang mendapat catatan dari dua lembaga tersebut hingga urung menjadi menteri. Namun menurut Masinton, tak diketahui bagaimana penanganan perkara terhadap delapan nama itu hingga sekarang.
"Mungkin Presiden berangkat dari pengalaman itu, jadi jangan sampai KPK ini berubah fungsi menjadi komisi penghambat karir," ujar salah satu pengusul revisi Undang-undang KPK ini.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif sebelumnya mengatakan lembaganya tak dilibatkan dalam penelusuran rekam jejak calon menteri kabinet jilid II Jokowi. Syarif berharap, Jokowi menunjuk orang-orang yang memiliki rekam jejak baik untuk duduk di kabinetnya nanti.
Pegiat antikorupsi mengkritik langkah Jokowi yang tak melibatkan KPK dalam memilih menteri. Koordinator Divisi Politik Indonesia Corruption Watch, Donal Fariz menilai Jokowi tengah berjudi mengenai rekam jejak orang-orang yang akan mengisi kabinetnya nanti. "Akan ada potensi salah pilih nama orang yang sedang menjalani proses hukum di KPK," kata Donal, dikutip dari Koran Tempo edisi Rabu, 16 Oktober 2019.