TEMPO.CO, Yogyakarta - Mary Jane Fiesta Veloso, 34 tahun, wanita asal Filipina terpidana mati perkara narkoba, menyiapkan testimoni melawan perekrutnya agar wanita itu batal dieksekusi mati.
“Testimoni ini bisa menjadi novum baru,” kata pengacara Mary Jane, Agus Salim, hari ini, Rabu, 16 Oktober 2019.
Dia menjelaskan bahwa Pemerintah Filipina memerlukan keterangan Mary Jane dalam penyelidikan Maria Kristina Sergio, yang diduga merekrut Mary dalam jaringan perdagangan narkoba.
Menurut Agus, selama proses peradilan Maria otoritas hukum Filipina berencana mendengarkan testimoni Mary Jane di Indonesia. Maka mereka akan menyurati Kementerian Hukum dan HAM RI supaya bisa mendengar kesaksian Mary Jane.
Mary Jane kini menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Wirogunan, Yogyakarta.
Mary Jane adalah pekerja rumah tangga ditangkap Petugas Bea dan Cukai Banda Udara Adisutjipto Yogyakarta ketika hendak berlibur pada 25 April 2010.
Dia menumpang penerbangan Air Asia dari Kuala Lumpur ke Yogyakarta. Petugas menemukan 2,6 kilogram heroin di koper Mary Jane. Namun, hingga saat ini, aparat belum mengungkap jaringan besar pemilik heroin yang dibawa Mary.
Enam bulan kemudian dia divonis mati di Yogyakarta. Rencananya eksekusi mati dilaksanakan pada 29 April 2015 di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
“Saya benar-benar tidak tahu soal heroin di tas itu. Saya dijebak,” kata Mary ketika ditemui Tempo pada Selasa, 28 Mei 2019.
Agus menerangkan Mahkamah Agung Filipina ingin mendatangkan Mary Jane ke Filipina untuk diminta keterangan. Tapi, keinginan itu tidak mungkin dikabulkan. Indonesia belum memiliki aturan tentang kesaksian terpidana mati ke negara lain.
"Terganjal soal kedaulatan dan keamanan," ucap Agus.
Yang paling memungkinkan, Agus melanjutkan, mendatangkan otoritas hukum Filipina ke Indonesia untuk bertemu dengan Mary Jane dan disaksikan Jaksa RI. Pengacara perekrut Mary Jane juga bisa dihadirkan di Indonesia.
Upaya mengajukan kesaksian Mary Jane untuk lepas dari eksekusi sudah pernah dilakukan sebelumnya. Bahkan pernah ada wacana telekonferensi antara Mary Jane dan ororitas hukum Filipina. Rencana tersebut gagal dengan alasan terhambat persoalan teknis.
Menurut Agus, kondisi Mary Jane dalam keadaan sehat. Sebulan yang lalu, ibu dan kakaknya menengok di Lapas Wirogunan.
Adapun Mary berulang kali menyatakan dirinya adalah korban perdagangan manusia. “Saya ingin bebas dan mendapatkan keadilan.”
Mary Jane ingin bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk memohon grasi atau pengampunan agar terbebas dari eksekusi mati. Dia pernah mengajukan permohonan grasi tapi ditolak Presiden Jokowi pada 30 Desember 2014.
Mary kemudian menulis surat pribadi untuk Jokowi pada 16 April 2015. Presiden Jokowi akhirnya menunda eksekusi Mary Jane setelah disurati Pemerintah Filipina. Mary Jane pun lepas dari eksekusi regu tembak.
Penundaan hukuman mati itu seperti memberi Mary Jane kekuatan dan mendapatkan kehidupan kedua. Dia mewanti-wanti supaya masyarakat berhati-hati agar tak menjadi korban kejahatan perdagangan manusia seperti dirinya.