TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin menyayangkan hasil survei yang menyebutkan bahwa mayoritas aparatur sipil negara (ASN) menolak pindah ke Ibu Kota Baru. Syafruddin mengatakan hal seperti ini membuat kepindahan ibu kota ke daerah Kalimantan Timur, seakan bersifat negatif.
"Tolong berpikirnya yang positif. Opini dibangun yang positif, sehingga tidak terjadi kekisruhan. Saya sarankan tidak usah survei-survei-lah ASN," kata Syafruddin, di Kantor Wakil Presiden, di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa, 27 Agustus 2019.
Survei itu kabarnya dilakukan terhadap ASN yang bertugas di pemerintahan pusat, bukan daerah. Untuk pemindahan ibu kota negara, memang yang akan dipindahkan adalah ASN di pemerintahan pusat saja, seperti di Kementerian atau Lembaga.
Syafruddin menduga tingginya angka itu berasal dari ASN yang akan pensiun. "Mungkin yang tidak mau pindah orangnya mau pensiun," kata Syafruddin.
Mantan Wakapolri itu mengatakan dari total 180 ribu ASN aktif saat ini, memang 30 persen di antaranya diperkirakan sudah akan pensiun pada 2024 mendatang, atau saat pemindahan ibu kota selesai sepenuhnya. Meski begitu, Syafruddin mengajak agar pemindahan ini tidak dibawa sebagai isu negatif.
"Tidak ada satu pun negara di dunia ini, manakala mengambil kebijakan akan membuat susah aparatnya, atau masyarakatnya. Pasti manfaatnya akan besar bagi siapapun," kata Syafruddin.
Ia pun mengatakan belum membahas sanksi jika memang masih ada ASN yang membandel jika pemindahan selesai. Syafruddin hanya mengingatkan bahwa tiap ASN memiliki perjanjian dengan negara yang harus dipenuhi.
"Ada Undang-Undang dan ada aturan yang mengatur, bahwa setelah dia kontrak dengan negaranya, bahwa di mana pun dia ditempatkan, akan siap," kata Syafruddin.
Kemarin, Presiden Joko Widodo menetapkan lokasi ibu kota baru akan berada di wilayah Kalimantan Timur. Persisnya, lokasi pengganti Jakarta itu ada di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara.