TEMPO.CO, Jakarta - Partai Golkar dan PKB kompak menyatakan menolak usulan penambahan kursi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR jadi 10 kursi, untuk mengakomodir sembilan partai yang lolos ke parlemen plus DPD.
"Kita sudah melakukan amandemen UU MD3 pada 2018. Tak elok rasanya jika UU baru diamandemen dan belum dilaksanakan, kemudian diamandemen kembali," ujar Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily saat dihubungi Tempo pada Selasa, 13 Agustus 2019.
Hal yang sama diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PKB Dita Indah Sari. Menurut Dita, paket MPR sebaiknya mengikuti UU MD3 yang berlaku saat ini. "Sebaiknya seperti sekarang ini saja lah. Tinggal bagaimana kita duduk bareng menentukan siapa-siapa (ketuanya)," ujar Dita.
Sebelumnya, usul penambahan kursi pimpinan MPR datang dari PAN. “Ini adalah politik akomodatif. Sama seperti periode 2014-2019, semua partai di DPR legowo untuk mengadakan tambahan pimpinan di MPR dan DPR,” kata Ketua DPP PAN, Saleh Daulay saat dihubungi, Senin 12 Agustus 2019.
Pada UU MD3 sebelumnya, komposisi pimpinan MPR periode 2014-2019 memang bertambah dari lima menjadi delapan kursi untuk mengakomodir partai-partai politik yang lolos ke parlemen.
Adapun berdasarkan UU MD3 yang berlaku saat ini, pimpinan MPR setelah hasil Pemilu 2019 terdiri atas satu ketua dan empat wakil. Pimpinan dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap.
Tiap fraksi dan kelompok anggota dapat mengajukan satu orang bakal calon pimpinan MPR. Kemudian, pimpinan MPR dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna MPR.