TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto hanya menutup mulutnya ketika ditanya apakah agenda ikrar setia Pancasila di kantornya hari ini, merupakan respons atas wacana NKRI bersyariah yang dimunculkan dalam rekomendasi Ijtima Ulama IV di Sentul, Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
"Cukup, cukup," ujar Wiranto sambil menutup mulutnya dengan sebelah tangan, saat ditemui di kantornya, Jakarta pada Selasa, 13 Agustus 2018.
Agenda ikrar setia pada Pancasila dan NKRI digelar kantor Kemenko Polhukam pada Selasa, 13 Agustus 2019. Acara dihadiri sejumlah perwakilan keluarga besar Harokah Islam, eks Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), dan eks Negara Islam Indonesia (NII).
Wiranto hanya menjelaskan, bahwa acara itu digelar menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi ke-74. "Kita mendapat suatu bonus adanya satu ikrar dari teman-teman yang dulu bercita-cita negara lain, bukan NKRI, tapi bercita-cita Negara Islam Indonesia (NII)," ujar bekas Panglima ABRI ini.
DI/TII pernah berupaya mengganti dasar negara Indonesia pada 1949. Pergerakan mewujudkan NII digawangi Soekarmadji Maridjan Kartosoewirjo atau yang lebih dikenal dengan nama Kartosuwiryo. Dia merupakan seorang tokoh Islam Indonesia yang memimpin pemberontakan Darul Islam melawan pemerintah Indonesia dari tahun 1949 hingga tahun 1962, dengan tujuan mengamalkan Al-Qur'an dan mendirikan Negara Islam Indonesia berdasarkan hukum syariah.
Hari ini, anak Kartosoewirjo, Sarjono Kartosoewirjo memimpin ikrar setia pada Pancasila dan NKRI diikuti sejumlah perwakilan eks DI/TII dan eks NII. Ikrar berlangsung sederhana dan penuh khidmat. Usai berikrar, mereka mencium bendera merah putih.
"Saya mengimbau kepada rekan-rekan untuk bersatu, bersama-sama membangun negara ini. Sebab negara ini kalau rusak, bocor, ya, kita sendiri yang tenggelam. Kalau ada yang mau mengganti ideologi, kita lah bagian yang harus membela ideologi ini," ujar Sarjono.