TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 53 orang pengungsi korban konflik Nduga di Papua meninggal selama Desember 2018 hingga Juli 2019 karena usia, sakit, serta berbagai faktor lainnya. "Dari data Pemerintah Kabupaten dan Kementerian Kesehatan yang sudah divalidasi, ada 53 orang meninggal diantaranya 23 anak-anak," kata Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat di Wamena Papua, Selasa, 30/7.
Harry Hikmat membantah kabar yang beredar bahwa ada lebih dari 130 orang meninggal dalam pengungsian. Dia mengklaim Kemensos hadir langsung ke Wamena untuk memastikan kronologis dan mendapatkan informasi yang akurat.
Selain itu, Kemensos juga datang untuk menyerahkan bantuan bagi pengungsi korban konflik Nduga. Total bantuan yang diserahkan senilai Rp3,68 miliar berupa logistik, makanan, sandang dan perlengkapan lainnya. Harry Hikmat sempat berdialog dengan pengungsi yang berada di Gereja Weneroma di Wamena untuk mendapatkan masukan terkait kondisi mereka.
Sekretaris Daerah Kabupaten Nduga Namia Gwijangge menegaskan ke 53 data korban meninggal dunia tersebut hasil dari pendataan dan investigasi di 11 distrik yang terdampak konflik. "Jadi data itu dari awal konflik dan bukan saat terjadi pengungsian," kata Namia. Dia merincikan dari 53 orang yang meninggal, anak-anak sebanyak 23 orang, 20 orang dewasa dan sisanya lansia.
Ada pun Dandim 1702 Jayawijaya Letkol Inf Chandra Dianto mengatakan 53 yang meninggal itu bukan karena kelaparan tapi ada yang sakit dan faktor lainnya. Dia mengaku belum mendapatkan informasi adanya kabar 130 orang pengungsi yang meninggal.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem mengklaim memiliki data tentang 139 pengungsi Nduga yang meninggal. "Bahkan ada lebih banyak yang meninggal, saya punya datanya," kata Theo.
ANTARA