TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengajak masyarakat mengecek rekam jejak calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023. Partisipasi publik bisa mencegah figur bermasalah lolos menjadi pimpinan lembaga antikorupsi mendatang.
"Jangan sampai figur bermasalah justru terpilih menjadi pucuk pimpinan KPK," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangan tertulis, Selasa, 23 Juli 2019.
Saat ini, seleksi capim KPK telah melewati tahap uji kompetensi. Panitia seleksi meloloskan 104 calon menuju tahap selanjutnya. Para capim ini terdiri dari sejumlah unsur, yakni penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim dan pegawai internal KPK. Selain itu, ada pula unsur advokat, pegawai negeri sipil, dan akademisi.
Menurut Kurnia, mengecek rekam jejak capim dari unsur PNS dan penegak hukum bisa dimulai dengan melihat kepatuhan mereka membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Laporan LHKPN dapat diakses melalui elhkpn.kpk.go.id.
Kepatuhan LHKPN, kata Kurina. adalah selemah-lemahnya alat uji integritas calon dalam pemberantasan korupsi. "Jika ditemukan dari nama-nama tersebut ada yang tidak patuh melaporkan LHKPN maka sudah semestinya Pansel tidak meloloskannya," kata dia.
Selain itu, masyarakat juga bisa mengecek rekam jejak calon terkait persoalan hukum. Masyarakat juga bisa mengecek apakah si calon pernah melakukan pelanggaran etik di lembaganya terdahulu. Menurut ICW, bila ada calon yang pernah tersandung masalah hukum atau etik maka mustahil pemberantasan korupsi bisa berjalan jika ia terpilih kelak. "Sudah sepantasnya Pansel tidak meloloskan figur tersebut," ujar Kurnia.
Kurnia berkata parameter menilai rekam jejak capim dari unsur hakim atau advokat juga tak sulit. Untuk hakim, kata dia, masyarakat bisa mencari putusan-putusan yang pernah ia jatuhkan kepada terdakwa koruptor atau kasus lainnya. Bila ditemukan putusan yang kontroversial atau pernah memvonis ringan terdakwa korupsi, maka kepantasan dirinya menjadi pimpinan KPK perlu dipertanyakan.
Dan dari kalangan advokat, masyarakat juga bisa mengecek apakah yang bersangkutan kerap membela pelaku korupsi atau bahkan sedang menangani kasus korupsi atau tidak. Sebab, dua indikator itu penting untuk menghindari potensi konflik kepentingan bila si pengacara menjadi pimpinan KPK.
Kurnia mengatakan masyarakat dapat memberikan informasi mengenai rekam jejak calon pimpinan di pos pengaduan yang dibuat Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi. Lembaga yang tergabung dalam koalisi, di antaranya ICW, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat lainnya. Posko didirikan di Kantor YLBHI, Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 74, Jakarta Pusat.
Masyarakat dapat melaporkan rekam jejak capim KPK secara langsung ke posko itu. Atau masyarakat juga bisa melapor secara daring melalui bit.ly/pengaduancapimkpk.
Untuk 104 capim KPK yang lolos uji kompetensi, ICW punya catatan khusus. ICW menyatakan daftar capim yang masih didominasi aparat penegak hukum perlu mendapat perhatian khusus. Soalnya, institusi penegak hukum di luar KPK, masih belum maksimal dalam hal pemberantasan korupsi. "Baiknya wakil mereka diberikan posisi khusus di kepolisian atau kejaksaan untuk mendorong perbaikan internal," kata Kurnia.