TEMPO.CO, Jakarta - Tim advokasi Novel Baswedan menyayangkan dugaan banyak pihak bahwa mantan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Jenderal Iriawan terkait dengan penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Anggota tim kuasa hukum Novel, Alghiffari Aqsa, melihat karena tidak lengkapnya informasi tentang pemeriksaan, akhirnya banyak pihak beranggapan Iriawan adalah jenderal yang selama ini dimaksud Novel Baswedan.
"Nah, kami mau klarifikasi beberapa hal, ya. Pertama, Pak Novel dan Tim Advokasi beberapa kali menyatakan, baik dalam pernyataan media maupun dalam Berita Acara Pemeriksaan, bahwa Iriawan patut digali keterangannya karena diduga mengetahui informasi rencana penyerangan terhadap Novel," ucap Alghiffari melalui layanan pesan singkat, Selasa, 16 Juli 2019.
Hal tersebut, kata Alghiffari, karena Iriawan sempat mengingatkan Novel dan menawarkan bantuan terkait pengamanan sebelum adanya penyerangan. Selain itu, Tim Advokasi dan Novel tak memiliki prasangka bahwa Iriawan terlibat dalam penyerangan.
"Meskipun segala kemungkinan bisa saja terjadi, akan tetapi kami justru melihat ada itikad baik dari yang bersangkutan mencegah Novel untuk diserang," kata Alghiffari.
Senada dengan Alghiffari, Polri sebelumnya telah membantah Iriawan memiliki keterkaitan dengan kasus penyiraman air keras Novel.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan, tim pakar gabungan investigasi kasus Novel hanya sekedar mewawancarai Iwan Bule, sapaan akrab Iriawan.
Menurut Dedi, wawancara itu hanya sekadar menggali informasi ketika Iriawan menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya. Mengingat, kasus dugaan penyiraman itu terjadi ketika Iriawan menjabat posisi tersebut.
"Sifatnya klarifikasi saja terkait masalah penyelidikan dari awal hingga kini yang diketahui," kata Dedi di kantornya, Jakarta Selatan, pada Senin, 15 Juli 2019.
Hasil wawancara itu, kata Dedi, tidak dituangkan oleh tim pakar dalam format berita acara pemeriksaan. Hanya dalam format laporan tertulis saja. "Karena sifatnya klarifikasi, maka dimasukkan ke dalam laporan saja. Mereka tidak membuat BAP, kan tidak projusticia," tutur Dedi.