TEMPO.CO, Jakarta-Sebanyak 68 terduga teroris ditangkap tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri selama kurun waktu dari Januari hingga 17 Mei 2019. Rinciannya Januari ada empat orang, Februari satu orang, Maret 20 orang, April 14 orang, dan Maret 29 orang. Kebanyakan mereka merupakan anggota Jemaah Anshorut Daulah (JAD).
Dari 68 terduga teroris tersebut, delapan di antaranya meninggal. "Satu orang meledakkan diri, dan tujuh orang sisanya terpaksa kami lakukan tindakan tegas terukur karena mengancam nyawa petugas," ucap Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat, 17 Mei 2019.
Baca: Ada Ancaman Aksi Teroris, Polri Minta Masyarakat Tak Demo 22 Mei
Iqbal menuturkan 29 terduga teroris yang ditangkap pada Mei 2019 ini semuanya berencana untuk melakukan aksi teror pada 22 Mei atau saat Komisi Pemilihan Umum mengumumkan hasil perhitungan suara Pilpres 2019.
Para terduga teroris ini, kata Iqbal, sudah merencanakan aksi amaliyah dengan menyerang kerumunan massa menggunakan bom yang dikendalikan jarak jauh menggunakan remote. "Kelompok ini memang memanfaatkan momentum pesta demokrasi. Mereka menganggap demokrasi adalah paham yang tidak sealiran dengan mereka," ucap Iqbal.
Simak: Polisi: 9 Terduga Teroris Ingin Lancarkan Aksi Saat Proses Pemilu
Pernyataan Iqbal didasarkan pada pengakuan salah seorang terduga teroris berinisial DY. Dia sengaja menyasar momen pesta demokrasi karena merasa pemilu bertentangan dengan Islam. "Even yang bagus bagi saya untuk melakukan amaliyah karena pesta demokrasi menurut keyakinan saya bertentangan dengan Islam," ucap DY dalam video.
Untuk mengantipasi segala aksi teror, Polri bersama TNI telah menerjunkan 32 ribu personel gabungan untuk mengamankan kegiatan pada 22 Mei. Gedung KPU dan Bawaslu pun akan menjadi prioritas utama pengamanan dari ancaman teroris .