TEMPO.CO, Surabaya - Sidang lanjutan kasus pencemaran nama baik dengan terdakwa Ahmad Dhani Prasetyo di Pengadilan Negeri Surabaya sempat diwarnai sedikit keributan, Kamis, 21 Maret 2019. Keributan terjadi di luar ruangan saat sejumlah orang dari kubu Elemen Bela NKRI, pelapor dalam kasus tersebut, mengikuti jalannya sidang dari layar monitor yang dipasang di dekat kursi pengunjung.
Baca: Yakin Bakal Dibebaskan, Ahmad Dhani Ajukan Kasasi Pekan Ini
Edy Firmanto, salah seorang pelapor, berteriak-teriak mendukung keterangan saksi ahli bahasa, Endang Solihatin, dari Universitas Pembangunan Nasional. Teriakan Edy direspons pendukung Ahmad Dhani di dalam ruang sidang. Dua orang lelaki berbadan kekar keluar dan menghardik Edy. Namun polisi sigap menenangkan suasana tegang itu.
Edy mengatakan kedatangannya dan sejumlah orang ke Pengadilan Surabaya memang ingin mengawal sidang Ahmad Dhani. “Kami kawal sampai selesai,” kata Edy yang juga pernah dihadirkan jaksa sebagai saksi di persidangan.
Dia mengaku tak sependapat dengan penasihat hukum terdakwa yang memojokkan saksi ahli dengan pertanyaan-pertanyaan di luar keahliannya. Namun saat ditanya, ia berujar bahwa saksi ahli dipojokkan penasihat hukum dalam sebuah persidangan merupakan hal yang lumrah. "Itu sudah biasa," katanya.
Sementara itu dalam keterangannya, Endang Solihatin condong bahwa ucapan ‘idiot’ yang dilontarkan Ahmad Dhani kepada ratusan massa Elemen Bela NKRI pada 26 Agustus 2018 sebagai sebuah penghinaan. Menurutnya konteks kata ‘idiot’ dalam sebuah ucapan memang bisa bermakna candaan atau hinaan. “Tergantung konteks saat pengucapan,” kata dia.
Misalnya, ujar Endang, bila kata ‘idiot’ ditujukan kepada kawan akrab bisa dimaknai sebagai candaan. Namun bila ditujukan kepada orang atau sekelompok orang yang belum dikenal, bisa bermakna ejekan atau hinaan. “Bila ada yang tersinggung dengan ucapan itu, artinya merasa dihina,” ujar Endang.
Baca: Penasihat Hukum Ahmad Dhani Tolak Saksi Ahli dari Dinas Kominfo
Penasihat hukum Ahmad Dhani, Aldwin Rahardian, mengatakan ucapan ‘dungu’, ‘bodoh’, ‘idiot’ dan sebagainya, bila merujuk pada penjelasan ahli hukum R. Soesilo, merupakan kata sifat yang berkategori sebagai penghinaan ringan. Ancaman hukumannya, kata dia, hanya 4 bulan penjara.
“Sehingga tak bisa dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang ITE yang deliknya merupakan Pasal 310 dan 311 KUHP. Jadi sangat meringankan,” kata dia.