INFO MPR - Anggota MPR Fraksi PDIP Effendi MS Simbolon menuturkan pemilu yang berkualitas dan berintegritas merupakan sebuah harapan. “Sampai atau tidak harapan itu, terlihat setelah 17 April 2019 nanti,” ujarnya saat menjadi narasumber dalam Diskusi Empat Pilar di Media Center, Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat, 22 Februari 2019.
Menurut Effendi, Pemilu 2019 berbeda dengan pemilu sebelumnya. Pemilu tahun ini, pemilih harus mencoblos sebanyak lima lembar surat suara. Ia mengaku pernah melakukan simulasi dan diakui sangat sulit. Untuk itu dirinya menyebut bangsa ini memasuki masa percobaan yang luar biasa.
Proses pemilu dengan surat suara sampai sebanyak lima lembar tidak sederhana. Satu jam bisa antri di TPS dan beberapa menit di bilik suara. “Belum lagi mengingat calon-calonnya, bisa kebalik-balik sehingga pemilu serentak tidak mudah,” ujarnya.
Effendi mengusulkan agar penghitungan suara legislatif lebih didahulukan dari pada penghitungan Pemilu Presiden. Alasannya, bila penghitungan suara Pemilu Presiden didahulukan dan sudah diketahui pemenangnya maka penghitungan suara pemilu legislatif bisa jadi terabaikan dan tidak menarik.
Effendi juga mengkritik bahwa proses pemilu kali ini tidak sepenuhnya dibiayai oleh negara. Disebutkan bagaimana dalam acara debat, banyak iklan yang masuk. Ia menegaskan, seharusnya even ini 100 persen dibiayai oleh negara. “Kalau soal kedaulatan negara kita harus sepenuhnya,” ucapnya.
Pengamat Politik UIN Syarif HidayatullahAdy Prayitno menceritakan pengalaman saat dirinya berada di tengah masyarakat. Menurutnya masyarakat berharap agar pemilu dilaksanakan setiap tahun. Alasan mereka, setiap menjelang pemilu, banyak orang datang, bersikap baik, serta memberi sumbangan, baik itu berupa sembako, sajadah, maupun kebutuhan lainnya. “ini sebenarnya sebuah sindiran terhadap pemilu yang terjadi di Indonesia. Pemilu hanya diukur dari segi logistik saja,” katanya.
Apa yang diinginkan masyarakat itu, menurut Ady, akibat dari terabaikannya pendidikan politik yang seharusnya diberikan kepada masyarakat. Untuk itulah dirinya menilai visi dan misi calon presiden akan susah ditangkap oleh masyarakat. Akhirnya kampanye yang terjadi hanya formalitas tanpa substansi.
“Bila calon presiden beradu gagasan besar maka pemilu akan berkualitas. Hal seperti inilah yang kita tunggu,” tambahnya. Ady menyebut untuk menuju pemilu yang berkualitas dan berintegritas maka dirinya berharap agar pengalaman pemilu masa lalu tak terjadi lagi, di mana penyelenggara menjadi instrument kemenangan salah satu kelompok. “Seperti pada masa Orde Baru,” ujarnya.
Politisi yang juga Mantan Menteri Agraria Ferry Mursyidan Baldan mengatakan pemilu merupakan sebuah peradaban bangsa sehingga perlu dijaga sebagai hajatan kebangsaan. Bila abai dalam pelaksanaan akan menyebabkan rendahnya kualitas pemilu. “Mengabaikan pelaksanaan pemilu adalah membiarkan pemilu curang dan proses yang tak semestinya. Bila yang demikian terjadi, siapapun yang terpilih akan menurunkan derajat bangsa dan menghasilkan citra yang buruk di dunia internasional,” ujar Ferry.
Lebih lanjut dikatakan, bila pemilu tak dilaksanakan semestinya, dalam kontek kekuasaan, maka kekuasaan yang diraih tak akan mendapat manfaat. “Kekuasaan yang tak mempunyai berkah”, tuturnya. Untuk itu Ferry menegaskan agar proses pemilu dilakukan secara halal, bukan menghalalkan segala cara.
Ferry mengatakan, dalam pemilu, baik peserta maupun penyelenggara, harus memegang teguh apa yang selama ini disosialisasikan oleh MPR, yakni Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika atau Empat Pilar MPR.(*)