TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bagian Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Horison Mocodompis, mengatakan bahwa kementeriannya siap membuka data kepemilikan sertifikat hak guna usaha atau HGU kepada publik. "Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan atau ketentuan undang-undang mengenai hak privat pemegang hak," kata Horison kepada Tempo, Kamis, 21 Februari 2019.
Baca juga: Tiga LSM Minta soal HGU Prabowo Tak Dijadikan Dagangan Politik
Horison mengatakan kementeriannya masih berkoordinasi dengan Komisi Informasi Pusat dan Kementerian Koordinator Perekonomian untuk membuka data HGU. Namun, ia belum mengetahui perkembangan koordinasi itu sudah sejauh mana. "Nanti saya cek sudah sampai di mana prosesnya," katanya.
Persoalan HGU mencuat setelah calon presiden inkumben, Joko Widodo atau Jokowi, menyinggung lahan ratusan ribu hektare yang dimiliki lawannya, Prabowo Subianto, dalam debat capres kedua, pada 17 Februari 2019.
Prabowo membenarkan pengelolaan lahan ratusan ribu hektare tersebut. Namun, dia menyatakan bahwa status lahan tersebut HGU. Sehingga, ia siap jika sewaktu-waktu harus mengembalikan kepada negara.
Dalam video yang diunggah Greenpeace di akun Twitternya @GreenpeaceID, lembaga swadaya masyarakat itu menyatakan sektor sumber daya alam masih rawan dikorupsi. Mengutip data Komisi Pemberantasan Korupsi, Greenpeace menyatakan potensi kerugian negara di sektor kehutanan sepanjang 2003-2014 mencapai Rp 799 triliun.
Salah satu sebabnya adalah lemahnya pengawasan dan tidak transparannya kepemilikan HGU. Greenpeace menyatakan untuk mengurangi kerawanan itu pemerintah harus membuka dokumen HGU kepada publik. "53 ribu petisi online belum bisa membuat pemerintah membuka dokumen itu kepada publik."
Baca juga: Jokowi Singgung Lahan Prabowo, Luhut: Tidak Menyerang Pribadi
Padahal Mahkamah Agung telah mewajibkan Badan Pertanahan Nasional untuk membuka informasi HGU kepada publik. Greenpeace menyatakan transparansi dokumen HGU sejalan dengan pembaruan agraria, kebijakan satu peta, dan gerakan nasional penyelamatan sumber daya alam yang diinisiasi KPK.
Menurut Greenpeace, bila informasi HGU dibuka, akuntabilitas negara dalam penerbitan HGU dapat meningkat. Selain itu, masyarakat juga dapat ikut mengawasi terjadinya korupsi sektor sumber daya alam yang berkelindan dengan deforestasi.