TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menyebut kasus hukum yang menjerat mantan dosen Universitas Indonesia Rocky Gerung terkesan dipaksakan dan mengada-ada. Ferdinand menilai, kesan pemaksaan itu sudah ada bahkan sejak proses pelaporan.
Baca: Pendukung Bersorak Saat Prabowo dan Rocky Gerung Cipika Cipiki
"Menurut kami tidak ada unsur yang memenuhi untuk dijadikan permasalahan hukum, karena tidak ada nilai pidananya,"ckata Ferdinand kepada Tempo, Rabu, 30 Januari 2019.
Rocky Gerung akan diperiksa oleh Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) pada Kamis, 31 Januari 2019. Rocky akan diperiksa terkait ucapannya di salah satu stasiun televisi swasta yang menyebut kitab suci sebagai fiksi pada April 2018.
Ferdinand mengatakan ada beberapa poin yang membuat laporan itu terkesan mengada-ada. Pertama, dia menyebut legal standing pelapor, yakni Jack Boyd Lapian tidak jelas, apakah sebagai korban atau mewakili korban.
Berikutnya, Ferdinand mengatakan pernyataan Rocky Gerung tak bisa dipidana karena merupakan hasil pemikiran. Dia mengatakan hasil pemikiran harusnya dilawan dengan pemikiran. Apalagi, ujar Ferdinand, Rocky tak pernah menyebut kitab suci apa yang dia maksud.
"Pemikiran itu tidak bisa dipidanakan. Ajak Rocky berdebat, apa yang kau maksud dengan fiksi, kitab suci mana yang kau maksud fiksi," ujarnya.
Baca: Serba-serbi Alumni UI Dukung Jokowi: Ada Nama Fadli Zon dan Rocky
Ferdinand juga menduga kasus ini ada lantaran pihak penguasa terganggu dengan aktivitas politik dan aktivitas intelektual Rocky Gerung belakangan ini. Dia menengarai proses hukum itu sebagai upaya membungkam Rocky. "Kami lihat kasus ini dipaksakan dan disengaja karena memang aktivitas Rocky Gerung sangat mengganggu kenyamanan penguasa," ujarnya.