TEMPO.CO, Jakarta - Polri memprediksi terorisme dan radikalisme masih berpotensi menjadi gangguan utama keamanan dan ketertiban masyarakat di 2019.
Baca: Sepanjang 2018, Kominfo Blokir 295 Situs Konten Terorisme
Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian mengatakan, terorisme masih menjadi ancaman lantaran ISIS masih bergerak di level internasional, meskipun dalam keadaan tertekan. Upaya ISIS ini pun memengaruhi jaringan terorisme di Indonesia untuk terus bergerak.
"Selagi mereka belum bisa selesai sepenuhnya, mereka akan berupaya menggerakkan jaringan mereka di luar negeri agar bergerak juga mengalihkan perhatian seperti di Eropa, Amerika, dan Asia Tenggara. Kelompok-kelompok yang ada di kita bisa saja mereka bergerak," kata Tito di Ruang Rupatama Markas Besar Polri, Jakarta Selatan pada Kamis, 27 Desember 2018.
Baca: BNPT Waspadai Pergerakan Sel Terorisme Menjelang Pemilu 2019
Kendati demikian, Polri telah memiliki instrumen hukum yang kuat, yakni Undang-undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dalam UU tersebut, siapa saja yang terkait dengan organisasi terorisme bisa langsung ditangkap, tanpa menunggu adanya aksi teror terjadi.
"Meskipun ada potensi ancaman, tapi dengan ada kemampuan yang lebih kuat, dan UU yang lebih kuat, kami bisa mengatasi mereka," kata Tito. Usai disahkannya UU Terorisme ini, 396 orang terduga pelaku telah ditangkap oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror sejak Mei hingga Desember 2018.
Selain terorisme, Polri juga mengidentifikasi sejumlah ancaman lain di 2019, antara lain gangguan kelompok bersenjata, konflik sosial, kejahatan siber dan narkoba.