INFO NASIONAL - Perusahaan jasa keuangan berbasis teknologi atau financial technology, yang lebih dikenal dengan sebutan fintech makin marak. Hingga 19 Oktober 2018, jumlah perusahaan fintech Peer to Per (P2P) Lending yang terdaftar dengan kata lain memiliki izin Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mencapai 73 perusahaan. Jumlah perusahaan yang dalam proses pendaftaran 47 dan perusahaan yang menyatakan berminat mendaftar 38 perusahaan.
Dan, jumlah rekening fintech penyedia dana (lender) P2P lending hingga Agustus 2018 mencapai 150.061 entitas atau meningkat 48,66 persen (ytd1). Jumlah rekening peminjam (borrower) 1.846.273 entitas atau meningkat 611,10 persen (ytd). Total penyaluran pinjaman hingga Agustus 2018 sebesar Rp 11,68 triliun atau meningkat 355,73 persen (ytd). Hal ini menunjukkan peningkatan di segala sisi program P2P Lending tersebut.
Baca Juga:
OJK terus mendorong pengembangan perusahaan berbasis fintech itu. Melalui Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida, yang menilai semakin banyak jumlah perusahaan fintech, maka semakin baik. Jumlah fintech yang banyak dengan dana relatif kecil lebih baik, ketimbang jumlah fintech yang sedikit dengan jumlah dana besar. Sebab, kata dia, akan mengurangi risiko dampak ekonomi yang ditimbulkan bila terjadi kegagalan.
Meski terus mendorong tumbuhnya perusahaan fintech, namun OJK melakukan proses ketat terhadap izin yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang dinilai tidak memenuhi syarat sebagai perusahaan fintech sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016. Di sana diatur kewajiban bagi penyelenggara P2P Lending untuk mendaftar ke OJK, dan hingga kini telah 73 perusahaan fintech yang terdaftar telah dipublikasi OJK di laman resmi www.ojk.go.id . Agustus lalu, OJK pun telah membatalkan tanda terdaftar lima perusahaan fintech: PT Relasi Perdana Indonesia, PT Tunaiku Fintech Indonesia, PT Dynamic Credit Asia, PT Progo Puncak Group, dan PT Karapoto Teknologi Finansial harus menghentikan seluruh kegiatan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, menyelesaikan hak dan kewajiban pengguna, dan dilarang mencantumkan logo OJK serta pernyataan terdaftar dan diawasi oleh OJK dalam setiap kegiatannya.
Perkembangan pesat teknologi informasi mendorong munculnya banyak perusahaan start up di sektor keuangan. Keberadaan industri fintech P2P Lending ini memberikan alternatif kepada masyarakat untuk layanan peminjaman uang selain produk konvensional.
Baca Juga:
Jumlah pemain yang banyak dan dukungan aturan resmi yang dibuat OJK, membuat P2P Lending menjadi salah satu sektor fintech yang tumbuh cepat di Tanah Air, selain sektor pembayaran dan e-money. Perlindungan konsumen menjadi hal yang penting dalam menjalankan bisnis fintech berbasis P2P Lending.
Dan, untuk mensosialisasikan mengenai fintech berikut sisi manfaat dan risiko yang harus diwaspadai, Ototritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Tempo Media Group akan melanjutkan sosialisasi Program Financial Technology (Fintech) di Surabaya, melalui acara Ngobrol@Tempo yang akan digelar pada 27 November 2018. Sebelumnya, acara yang bertajuk “Layanan Fintech Peer to Peer Lending: Kemudahan dan Risiko untuk Konsumen” ini diadakan di Bandung pada 13 November 2018 dan di Jakarta pada 23 November 2018.
Hadir sebagai narasumber utama dari OJK sebagai lembaga yang menaungi keberadaan dan operasional perusahaan-perusahaan fintech ini. Dalam diskusi tersebut, akan dipaparkan terkait OJK yang sudah merancang aturan besar sebagai payung hukum untuk Inovasi Keuangan Digital (IKD). Selain itu terkait program yang telah dan akan dijalankan OJK untuk meningkatkan inklusi keuangan, apa saja permasalahan yang ditemui OJK dalam merumuskan regulasi tentang fintech berbasis P2P Lending, dan negara mana yang menjadi benchmarking OJK dalam regulasi P2P Lending. Akan hadir pula beberapa nasrasumber lain yang berkompeten mengenai fintech sebagai praktisi maupun pengamat.
Ngobrol@Tempo bertema fintech ini menghadirkan pula Andri Madian, Chief Marketing Officer Akseleran, untuk menjelaskan skema cara kerja P2P Lending yang dilakukan oleh Akseleran.
Diskusi ini diharapkan dapat mengedukasi masyarakat mengenai fintech, sehingga masyarakat mengenal lebih dekat industri fintech dari segi regulasi, kemudahan bisnis, kode etik pelaku usaha fintech, termasuk kewaspadaan terhadap risiko penggunaan layanan fintech lending. Semua ini kemudian bermuara untuk menciptakan industri fintech yang sehat dan melindungi konsumen.
Diskusi fintech yang akan diadakan pada pukul 12.30 di Kaya Café, Surabaya, tersebut akan dihadiri sekitar puluhan peserta yang terdiri dari para blogger, pelaku industri, asosiasi, media, dan umum. (*)