TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Adhoc Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Medan, Merry Purba, membantah telah menerima uang sebesar 280 ribu dolar Singapura. Ia diduga menerima uang tersebut dari pengusaha Tamin Sukardi untuk mempengaruhi putusan kasus korupsi yang ditanganinya.
"Ya saya tidak tahu. Memang saya tidak terima," kata Merry usai diperiksa di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan pada Rabu, 29 Agustus 2018.
Baca: Kasus Suap Hakim PN Medan, KPK Ungkap Ada Kode Ratu Kecantikan
Eni juga mengatakan ia tidak mengenal Tamin Sukardi. "Engga kenal. Waktu sidang saja. Saya juga tidak pernah bertemu di luar sidang," ujarnya.
Hari ini adalah pemeriksaan perdana Merry sebagai tersangka kasus suap hakim PN Medan. Merry juga hari ini mulai ditahan di rumah tahanan KPK selama 20 hari pertama.
Baca: Tak Jadi Tersangka, KPK Pulangkan Ketua dan Wakil PN Medan
Dalam kasus ini, KPK juga telah menetapkan tiga tersangka lainnya, yaitu panitera pengganti PN Medan, Helpandi; pengusaha Tamin Sukardi, dan orang kepercayaan Tamin, Hadi Setiawan. Tamin berperan sebagai pemberi suap sedangkan Helpandi dan Hadi adalah perantara.
Pemberian suap itu diduga untuk mempengaruhi putusan perkara tipikor nomor perkara 33/Pid.sus/TPk/2018/PN.Mdn dengan terdakwa Tamin Sukardi. Dalam putusan itu, Tamin Sukardi divonis pidana enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar. Putusan itu lebih rendah dari tuntutan jaksa 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar. Merry Purba menyatakan Dissenting Opinion (DO) alias perbedaan pandangan dalam putusan itu.
Pemberian uang pertama kali telah dilakukan pada 24 Agustus 2018 di Hotel JW Marriot Medan melalui perantara. Sedangkan sisanya disita oleh KPK saat melakukan OTT di Pengadilan Negeri Medan pada Selasa, 28 Agustus lalu
Baca: KPK Tetapkan Hakim Adhoc Tipikor PN Medan Sebagai Tersangka