TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono menyebut peristiwa menangnya kotak kosong di pemilihan wali kota Makassar (Pilkada Makassar), sebagai bentuk perlawanan masyarakat kepada penguasa saat ini. Menurut Ferry, masyarakat tak menginginkan kerabat Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) Munafri Arifuddin, yang berpasangan dengan Andi Rahmatika Dewi itu menjadi wali kota.
Munafri Arifuddin merupakan menantu Wakil Ketua MPR RI Aksa Mahmud. Diketahui, Aksa Mahmud adalah ipar dari JK. "Ini gambaran perlawanan masyarakat kepada penguasa sekarang. Sebab, yang dilawan adalah calon yang punya hubungan dekat dengan Pak JK," ujar Ferry dalam sebuah acara diskusi di bilangan Cikini, Jakarta pada Sabtu, 30 Juni 2018.
Baca: Reaksi Calon Tunggal Pilkada Makassar Kalah dari Kolom Kosong
Pemilihan Wali Kota Makassar awalnya diikuti dua pasangan calon, yakni, Mohammad Ramdhan Pomanto atau Danny Pomanto-Indira Mulyasari dan Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika. Belakangan, KPU Makassar mencoret Danny Pomanto dan pasangannya tersandung kasus hukum.
Sebelum dicoret, pasangan Danny-Indira akan maju dari jalur independen. Sementara pasangan Munafri-Andi diusung koalisi gemuk 10 partai politik NasDem, Golkar, PAN, Hanura, PPP, PDI-P, Gerindra, PKS, PKPI, dan PBB.
Sejumlah quick count lembaga survei menempatkan suara kolom kosong unggul dengan perolehan 53 persen di Pilwakot Makassar. Menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman, tidak ada yang aneh dengan fenomena menangnya kotak kosong. "Semua ini kan bisa terjadi karena MK membuka peluang jika Pemilu bisa dilakukan walaupun hanya ada calon tunggal," ujar Arief Budiman di lokasi yang sama.
Baca: Pilkada Makassar, KPU Diduga Manipulasi Data Calon Tunggal
Komisioner KPU RI Viryan Azis mengatakan, maka dalam kasus ini, daerah tersebut akan dipimpin oleh pelaksana tugas (Plt) sampai pelaksanaan pilkada serentak selanjutnya. "Plt tersebut akan bertugas sampai Pilkada serentak berikutnya, yaitu pada tahun 2020," ujar Viryan saat dihubungi pada Kamis, 28 Juni 2018.
Aturan tersebut tercantum dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan PKPU Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pilkada dengan calon tunggal.