INFO NASIONAL-- Program Kampung Keluarga Berencana (KB) yang digagas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menarik perhatian Ibu Negara Timor Leste, Cidalia Mozinho Lu Olo saat mengunjungi RPTRA Kalijodo, Jakarta.
"Saya mendengar banyak tentang Kalijodo dan ingin berkunjung untuk melihat lebih dekat. Saya juga baru tahu bahwa BKKBN bukan sekedar menyuruh orang memiliki dua anak saja tapi banyak program yang membuat keluarga lebih sehat dan membantu perempuan bisa berinteraksi lebih baik," ujar Ibu Negara Timor Leste Cidalia dalam sambutannya di Kalijodo, Jakarta, Kamis, 28 Juni 2018.
Baca Juga:
Kehadiran Ibu Negara Timor Leste di Kalijodo dalam rangka Kunjungan Kenegaraan Presiden Timor Leste di Republik Indonesia pada 27 – 29 Juni 2018. Menurutnya, peran perempuan sangat penting dan perempuan harus sehat sehingga bisa memberi kontribusi lebih baik dan berpartisipasi dalam pembangunan berkelanjutan dan berharap ada kerja sama lanjutan dari kunjungannya ini.
Menurut Plt. Kepala BKKBN, Sigit Priohutomo, memang ada keinginan dari Ibu Negara Timor Leste untuk melanjutkan dalam bentuk kerja sama dengan BKKBN. Nantinya, Kampung KB menjadi contoh untuk diaplikasikan di Timor Leste agar perempuan dan anak mempunyai ruang untuk berdaya.
Kampung KB merupakan satuan wilayah setingkat RW atau dusun dengan konsep pelayanan masyarakat terpadu lintas sektor. Bahkan Kampung KB menjadi ikon Program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK).
Baca Juga:
Sejak dicanangkan pada 2016, Kampung KB sudah mencapai 14 ribu dan ditargetkan mencapai 21 ribu Kampung KB di seluruh Indonesia hingga 2019.
"Kampung KB bertujuan mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan membantu keluarga lebih bahagia dan sejahtera, terbebas dari kemiskinan, stunting (pendek), keterbelakangan dan kebodohan," ucap Sigit.
Saat ini, kata dia, Kampung KB di wilayah perkotaan adalah Kampung KB RPTRA Kalijodo ini. Sebelum penataan kawasan, Kalijodo dikenal sebagai “slum area” atau daerah kumuh, miskin dan pusat prostitusi.
Tentunya, keberadaan kampung ini tak lepas dari program pemerintah dalam mengatasi permasalahan gizi ganda, yaitu kekurangan gizi seperti wasting (kurus) dan stunting (pendek) pada balita, anemia pada remaja dan ibu hamil serta kelebihan gizi, termasuk obesitas baik pada balita maupun orang dewasa.
Data Rikesdas 2013 menunjukkan 37 persen atau 9 juta anak balita di Indonesia mengalami stunting. Dan Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting ke-5 terbesar di dunia. Hal ini tak hanya dialami oleh keluarga miskin dan kurang mampu tetapi juga keluarga tidak miskin atau tingkat kesejahteraan sosial dan ekonomi di atas 40 persen.
Diperkirakan, satu dari tiga balita di Indonesia mengalami stunting. Oleh karena itu, untuk menekan laju stunting Pemerintah menargetkan 1.600 Desa Stunting di akhir 2018. Langkah ini sebagai upaya mencegah terjadinya stunting melalui upaya perubahan pola asuh anak dalam keluarga.
"Hasilnya, di tahun 2018 jumlah stunting menurun 27.5 persen. Kedepannya, Desa Stunting ini diintegrasikan ke dalam Kampung KB agar sistem satu layanan kependudukan namun lintas sektor," tutur Sigit. (*)